MUSIK DIANGGAP HARAM
Musik menimbulkan suatu kontroversi dalam masyarakat
islam. Dimana beberapa ulama mengharamkan adanya musik dengan bersandar pada
dalil nash dan sunnah.
A.
Dalil yang mengharamkan
musik
1.
Dari Abu Umamah r.a
dia berkata tidak halal para penyanyi atau membeli
mereka, atau memperdagangkan mereka. Hasil jual beli mereka adalah haram.
Kemudian beliau melanjutkan, itulah yang menjadi sebab diturunkannya QS.
Luqman: 6
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang
tidak berguna sehingga dia menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa
pengetahuan.”
Abdullah bin Mas’ud berkata menafsirkan ‘perkataan yang tidak berguna’, “Dia -demi Allah- adalah nyanyian.” Dalam riwayat lain beliau berkata, “Itu adalah nyanyian, demin yang tidak ada sembahan yang berhak selain-Nya,” beliau mengulanginya sebanyak 3 kali.
Ini juga merupakan penafsiran dari Ibnu Abbas dan Jabir bin Abdillah dari kalangan sahabat. Dan dari kalangan tabi’in: Ikrimah, Said bin Jubair, Mujahid, Mak-hul, Al-Hasan Al-Bashri, dan selainnya. (Lihat selengkapnya dalam Tafsir Ibnu Katsir: 3/460)
Hadits ini tergolong sohih. Nyanyian dapat melenakkan hati sehingga tak mampu taat dan berdzikir kepada Allah. Itu hal yang sudah terbukti. Oleh karena itu Ibnul Qayyim r.a menyatakan “Apabila hal itu sudah dapat dipahami, maka para penyanyi dan orang-orang yang mendengarkannya memiliki kans yang sama dalam mendapatkan celaan itu sesuai kadar kesiibukan mereka mendengarkan nyanyian tersebut sehingga lalai mendengarkan Al-Qur’an.[1]
Abdullah bin Mas’ud berkata menafsirkan ‘perkataan yang tidak berguna’, “Dia -demi Allah- adalah nyanyian.” Dalam riwayat lain beliau berkata, “Itu adalah nyanyian, demin yang tidak ada sembahan yang berhak selain-Nya,” beliau mengulanginya sebanyak 3 kali.
Ini juga merupakan penafsiran dari Ibnu Abbas dan Jabir bin Abdillah dari kalangan sahabat. Dan dari kalangan tabi’in: Ikrimah, Said bin Jubair, Mujahid, Mak-hul, Al-Hasan Al-Bashri, dan selainnya. (Lihat selengkapnya dalam Tafsir Ibnu Katsir: 3/460)
Hadits ini tergolong sohih. Nyanyian dapat melenakkan hati sehingga tak mampu taat dan berdzikir kepada Allah. Itu hal yang sudah terbukti. Oleh karena itu Ibnul Qayyim r.a menyatakan “Apabila hal itu sudah dapat dipahami, maka para penyanyi dan orang-orang yang mendengarkannya memiliki kans yang sama dalam mendapatkan celaan itu sesuai kadar kesiibukan mereka mendengarkan nyanyian tersebut sehingga lalai mendengarkan Al-Qur’an.[1]
2.
Hadits dari Abu
‘Amir atau Abu Malik Al-Asya’ri r.a Bhwa Rasulullah SAW bersabda;
Dari Abu Malik Al-Asy’ari radhiallahu
anhu bahwa dia mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحِرَ وَالْحَرِيْرَ
وَالْخَمْرَ وَالْمَعازِفَ
“Kelak akan ada sekelompok kaum dari umatku yang akan menghalalkan zina, kain sutra (bagi lelaki), khamar, dan alat-alat musik.” (HR. Al-Bukhari no. 5590)
Kalimat ‘akan menghalalkan’ menunjukkan bahwa keempat hal ini asalnya adalah haram, lalu mereka menghalalkannya.
Lihat pembahasan lengkap mengenai keshahihan hadits ini serta sanggahan bagi mereka yang menyatakannya sebagai hadits yang lemah, di dalam kitab Fath Al-Bari: 10/52 karya Al-Hafizh dan kitab Tahrim Alat Ath-Tharb karya Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah.[2]
“Kelak akan ada sekelompok kaum dari umatku yang akan menghalalkan zina, kain sutra (bagi lelaki), khamar, dan alat-alat musik.” (HR. Al-Bukhari no. 5590)
Kalimat ‘akan menghalalkan’ menunjukkan bahwa keempat hal ini asalnya adalah haram, lalu mereka menghalalkannya.
Lihat pembahasan lengkap mengenai keshahihan hadits ini serta sanggahan bagi mereka yang menyatakannya sebagai hadits yang lemah, di dalam kitab Fath Al-Bari: 10/52 karya Al-Hafizh dan kitab Tahrim Alat Ath-Tharb karya Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah.[2]
Hadits ini adalah hadits yang shohih. Apa yang Al-Bukhari sebutkan dalam
sanad hadits tersebut: “Hisyam bin Ammar berkata” yang mengesankan ada
keterputusan sanad beliau dengan Hisyam, dan tidak mengatakan dengan tegas
misalnya “telah mengabarkan kepadaku Hisyam”, tidaklah memudarkan keshahihan
hadits tersebut. Sebab Al-Imam Al-Bukhari ra. Tidak diikenal sebagai seorang
mudallis (yang menggelapkan hadits), sehingga hadits ini dihukumi bersambung
sanadnya. [3]
3.
Firman Allah dalam Qs. An-Najm:
59-61
“Maka apakah kalian merasa heran terhadap
pemberitaan ini? Dan kalian menertawakan dan tidak menangis? Sedangkan kalian
ber-sumud?” (An-Najm: 59-61)
Para ulama menafsirkan “kalian bersumud” maknanya
adalah bernyanyi. Termasuk yang menyebutkan tafsir ini adalah: Ibnu Abbas
Beliau berkata: “Maknanya adalah nyanyian. Dahulu jika mereka mendengar
Al-Qur`an, maka mereka bernyanyi dan bermain-main. Dan ini adalah bahasa
penduduk Yaman (dalam riwayat lain: bahasa penduduk Himyar).”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya (27/82), Al-Baihaqi
(10/223). Al-Haitsami berkata: “Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan sanadnya
shahih.” (Majma’ Az-Zawa`id, 7/116)[4]
4.
Firman Allah kepada Iblis:
“Dan hasunglah siapa yang kamu
sanggupi di antara mereka dengan suaramu, dan kerahkanlah terhadap mereka
pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan
mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang
dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka.” (Al-Isra`: 64)
Telah diriwayatkan dari sebagian ahli tafsir bahwa
yang dimaksud “menghasung siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan
suaramu” adalah melalaikan mereka dengan nyanyian. Di antara yang menyebutkan
hal tersebut adalah:
Mujahid t. beliau berkata tentang makna “dengan suaramu”: “Yaitu
melalaikannya dengan nyanyian.” (Tafsir Ath-Thabari)[5]
B.
Dalil yang
memperbolehkan musik
Dari
beberapa dalil yang mengharamkan musik tersebut ternyata ada juga nash-nash
yang memperbolehkan Musik.
1. Para
pembela lagu dan musik menyandarkan
pendapatnya dengan menggunakan hadits “Allah akan lebih senang
mendengarkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan suara baik dari pada pemilik
budak wanita (yang mendengarkan) budaknya (bernyanyi). Para penyanjung mesik
menyatakan “tidak ada nash yang shahih dan tegas yang melarang memainkan piano
dan alat-alat musik lainnya”
2. Imam
yang lima, kecuali Abu Dawud meriwayatkan pernyataan Rasulullah SAW: “Pembeda
antara yang halal dan yang Haram dadalah rebana dan suara di dalam pernikahan”.
Yang maksudnya lagu dan rebana diperbolehkan dalam pesta pernikahan.
3. Ibnu
Majah meriwayatkan pernyataan Rasulullah SAW: “umumkanlah pernikahan dan
tabuhlah untuknya genderang” (HR. Ibnu Majah)[6]
4. Hadits
Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Nafi, mantan budak Ibnu Umar ‘Aku pernah
mendengan Rasulullah mendengar seruling gembala, lalu beliau melakukan seperti yang aku lakukan
tadi.
5. Dari
Aisyah r.a menuturkan Rasulullah SAW pernah menemuiku dirumah. Kala itu dirumah
terdapat dua orang anak perempuan kecil (dari kalangan wanita Ansor), dalam
riwayat lain (dua orang penyanyi wanita ) pada hari Mina, mereka berdua
memukul-mukul rebana sambil bernyanyi dengan nyanyian (dalam riwayat lain:
dengan ucapan – ucapan yang dilontarkan oleh, dalam riwayat lain:
“kecaman-kecaman yang dilontarkan oleh”,) orang-orang Ansor pada hari
peperangan Bu’ats (padahal keduanya adalah penyanyi). Masuklah Abu Bakar
(sementara nabi SAW menyelimuti tubuh beliau sendiri dengan bajunya). Tiba-tiba
Abu Bakar membentakku(dalam satu riwayat, ia membentakkan keduanya) dan
berkata, “seruling syetan(dalam riwayat lain, apakah pantas seruling syetan
ditiup di rumah Rasulullah SAW (sebanyak dua kali)”
Rasulullah SAW langsung
menghadap kami (dalam riwayat lain: langsung menyingkap wajahnya) dan bersabda,
biarkan mereka berdua, wahai Abu Bakar! (karena) masing-masing kaum memiliki
Hari Raya, dan ini adalah hari Raya mereka.”[7]
Ibn-ul-'Arabi berkata: "Jika
nyanyian itu haram, tentu di rumah Rasulullah s.a.w. tidak akan ada sama sekali
hal tersebut. Tetapi alasan yang diberikan beliau (Nabi s.a.w.) untuk
membolehkannya adalah karena nyanyian itu dilakukan pada hari raya, yang hal
tersebut menunjukkan bahwa bila nyanyian itu dilakukan secara terus-menerus,
maka hukumnya makruh. Sedangkan rukhshah (keringanan) untuk melakukannya
terbatas pada saat-saat tertentu seperti hari raya, perkawinan, pulangnya
seseorang kekampung halamannya, dan sebagainya. Berkumpulnya orang-orang (dalam
acara tersebut) biasanya untuk menyenangkan hati orang-orang yang sejak lama
tidak bertemu atau berkumpul, baik berkumpulnya kalangan kaum wanita maupun
pria. Jadi, setiap Hadits yang diriwayatkan maupun ayat dipergunakan untuk
menunjukkan keharaman nyanyian merupakan pendapat yang bathil atau tidak benar
dari segi sanad dan ijtihad, baik bertolak dari nash maupun suatu takwilan."[8]
Jenis lagu-lagu mars atau heroic, para
ulamapun tidak mengharamkannya. Bahkan kebanyakan lagu-lagu
tersebutmembangkitkan semangat beragama, makna keimanan serta nilai-nilai
ruhiyah seperti mengesakan Allah, berdzikir dan berdo'a kepadanya, atau
bersholawat pada Nabi SAW, dan yang serupa lainnya. [9]
So, Bagaimana Seharusnya?
Musik, hampir semua orang di dunia ini
suka akan musik. Karena musik merupakan bagian dari seni yang memberikan
ketenangan dan kebahagiaan tersendiri. Musik dan lagu merupakan bahasa jiwa
yang diekspresikan lewat lirik-lirik lagu dan aransement musiknya. Cerita
kehidupan pun mengalir lewat musik tersebut karena lagu-lagu yang
diperdendangkan memuat beragam kondisi hati pencipta sebuah karya seni music
dan lagu. Maka ada lagu yang memuat syair percintaan, kasmaran, patah hati,
kepahlawanan, ketokohan, kritik social, syair bertemakan kecintaan kepada
Tuhan, religi, anak-anak, lagu-lagu permainan, dsb.
Selain itu banyak variasi dan jenis
musik tertentu yang dapat dinikmati oleh semua segi usia. Akan tetapi ternyata
terdapat banyak dalil yang mengharamkan musik, yang belum diketahui secara
pasti. Sehingga sampai saat ini masih terdapat beberapa pihak yang sangat
fanatik mengharamkan musik.
Memang musik pada awalnya dinilai haram
dikarenakan banyak kemudharatan yang muncul dari padanya. Yang membuat orang
cenderung lalai, kesia-siaan dan mempengaruhi munculnnya tindakan yang dilarang
agama dan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Meskipun banyak dalil yang
menunjukkan pengharaman musik, namun tidak ditemukan dalil yang secara
eksplisit dan tegas menyebutkan kata “haram” atau “dilarang”. Sesuatu yang diharamkan biasanya karena banyak
sisi mudharatnya dibandingkan dengan sisi manfaatnya. Musik pada hakekatnya
bisa menjadi sesuatu yang dihalalkan tergantung situasi dan kondisi yang
memungkinkan. Sebagaimana dengan sebuah hukum tentang musik.
Melihat beberapa sisi negatif yang di
timbulkan dari adanya musik menjadikannya sesuatu yang diharamkan. Apalagi
sebagai media dakwah, hingga Gusdur menyebutkannya bahwa tidak ada pintu dakwah
lewat musik. Sesungguhnya banyak hal positif yang merupakan kelebihan musik itu sendiri yang menjadikannya sesuatu yang
diperbolehkan. Bahkan dapat digunakan sebagai media berdakwah. Sebagaimana yang
dilakukan Rhoma Irama meskipun tidak ada pintu dakwah lewat musik, tetapi ada celah dan sangat sempit sekali
yang dapat diselipi dengan syiar Islam.
Jika seseorang yang memainkan,
mendengarkan dan menyanyikan musik tersebut menyebabkannya lalai akan
kewajibannya terhadap Allah bahkan cenderung menyebabkan timbulnya sesuatu yang
dilarang oleh Allah maka musik menjadi sesuatu yang membawa laknat dan dihukumi
haram. Namun jika seseorang yang memainkan, mendengarkan dan menyanyikan musik
tersebut dapat tetap menjalankan ajaran Agama Islam bahkan dapat
memanfaatkannya sebagai media dakwah maka music tersebut menjadi suatu anugerah
yang membawa kebaikan.
Sebenarnya musik dan lagu merupakan
sebuah alat maupun sarana. Manusialah yang menggunakannya, mau dibawa kemana
musik tersebut tergantung manusianya sendiri, apalagi segala sesuatu itu
tergantung niatnya (إِنَّمَا
الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَ إِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوى) (متفق عليه)
"Sesungguhnya
amal perbuatan (manusia) itu tergantung niatnya. Bahwasanya apa yang diperoleh
oleh seseorang adalah sesuai dengan apa yang diniatkannya...."
Kontroversi tentang musik seakan tak pernah berakhir.
Baik yang Promaupun yang kontra masing-masing menggunakan dalil. Di dalam
sebuah musik yang terdapat lagu, lirik dan aransemennya mempunyai beberapa
kelebihan dan kekurangan bila dijadikan sarana dakwah. Namun terlepas dari
kontroversi perdebatan perdebatan tentang musik, musik dapat di gunakan sebagai
sarana atau media berdakwah.
Sebagaimana beberapa
pihak ada yang setuju dan
menolak musik
sebagai media dakwah, dengan menimbang
nash-nash tentang keharaman musik. Sehingga muncul istilah “tidak
ada pintu dakwah lewat musik”. Akan tetapi
masih ada celah dan sempit sekali dari musik tersebut.
Dimana celah yang sempit itulah yang disisipkan dengan nilai-nilai keislaman
dan pesan-pesan dakwah.
Terbukti banyak Da’i yang memanfaatkannya sebagai selipan
ketika menyampaikan materi dakwah dalam beberapa pengajian. Dengan harapan
mad’u akan lebih tertarik dan materi dakwahnya lebih mengena. Musik sebagai
media dakwah dapat tercapai manakala semua unsur yang terlibat didalam proses
pembuatan, semua pihak yang berkecimpung didalamnya, penampilan/performers dari pembawa musik
tersebut dan penikmat musiknya dalam proses berjalannya musik tersebut kepada
audien sesuai dengan nilai-nilai keislaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar