Rabu, 27 Juni 2012

Penerapan Alat Analisis Konflik Stages of Conflict dan Times Line Pada Kasus Ahmadiyah


  1. DESKRIPSI KASUS KONFLIK
FPI merupakan sebuah organisasi yang anggotanya mempunyai ideologi Islam radikal.Organisasi ini mempunyai pegangan bahwa barang siapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tanganmu.Sedangkan dari pihak Ahmadiyah adalah sebuah aliran yang mempunyai dua ajaran, yang pertama disebut Qodian dan yang kedua disebut dengan Lahore. Masing-masing pihak memiliki alasan yang membenarkan untuk saling mempertahankan diri. Seperti yang sudah disebutkan di awal bahwa akar konflik ini adalah, tidak adanya dialog yang terbuka yang berakibat pada masing-masing kepentingan tidak dapat diakomodir. Untuk itu, langkah yang pertama untuk mengetahuinya akan dilakukan analisis.
Analisis disini meliputi latar belakang konflik, penyebab terjadinya konflik, apa yang terjadi, dan bagaimana impiklasi terhadap konflik. Maka dari itu akan kita awali dengan menganalisis latar belakang.
Konflik ahmadiyah telah terjadi sejak kemunculannya di Indonesia. Dilanjutkan pada tahun 2008, potensi akan terjadinya konflik sudah ada namun tidak meluas, baru pada tanggal 06 Januari 2011 konflik ini mencapai titik puncaknya. Jadi, sebenarnya potensi konflik telah ada dalam diri Ahmadiyah.Konflik ini terjadi di Umbulan, Cikeusik, Pandeglang Banten.Konflik ini juga melibatkan orang FPI dan warga jamaah ahmadiyah di kampung tersebut.Jika dikategorikan ke dalam jenis-jenis konflik, maka konflik ini termasuk ke dalam konflik kelompok dalam intra religious conflict. Ada banyak orang, diantaranya adalah orang yang berjumlah 2000 an dengan tanda pita biru.
Timbulnya konflik ini karena beberapa factor yang menyebabkan konflik ini menegang, diantaranya :
1.      Karena tidak adanya keampuhan Pancasila dan UUD 45 yang selama ini menjadi pedoman bangsa dan negara kita mulai digoyang dengan adanya amandemen UUD 45 dan upaya merubah ideologi negara kita ke ideologi agama tertentu. Factor ini adalah factor yang menggerakan legitimasi terhadap serangan di komplek kampong Ahmadiyah tersebut.
2.      Perbedaan, pandangan dan kepercayaan, yaitu anggapan bahwa Ahmadiyah tidak bernabikan Muhammad akan tetapi adalah Mirza Ghulam Ahmad. Factor kedua ini adalah, factor yang dinamakan sebagai pivotal factor root cause.
3.      Kurangnya rasa menghormati baik antar pemeluk agama satu dengan yang lainnya ataupun sesama pemeluk agama.Hal ini dapat dikatakan sebagai pemicu dari timbulnya sebuah konflik. Karena jika seseorang memiliki rasa saling mennghornati, akan tercipta suasana yang damai dan konflik bisa direda.
4.      Adanya kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang komunikasi antar pemeluk agama.Factor ini menurut penulis merupakan lanjutan dari factor yang kedua, ini bisa saja masuk dalam pivotal factor.
5.      Perkelahian yang menyebabkan kedua kubu saling menderita.Factor inila yang disebut sebagai factor pemerburuk. Jika tidak ada proses serang menyerang, maka konflik antara orang ahmadiyah dan FPI, akan tetap menjadi konflik laten dan tidak akan menjadi konflik permukaan atau secara langsung dikatakan konflik kekerasan.
Konflik ini muncul karena berdasarkan anggapan FPI yang bertindak sesuai prosedur surat Keputusan Tiga Menteri. Di samping itu juga didukung adanya perlawanan dari jamaah ahmadiyah yang seolah menantang. Jika kita mengamati kronologi kejadiannya  menurut berbagai sumber yang ada, akan kita pahami bahwa baik korban ataupun pelaku sama-sama bersalah. Pada mulanya sekelompok masyarakat yang berjumlah 2000 orang dengan atribut pita berwarna biru mendatangi rumah si A di desa Umbulan untuk bermaksud menghentikan segala bentuk kegiatan yang dilakukan. Akan tetapi dari pihak warga tersebut menentang dan akan tetap melanjutkan proses berdakwahnya, bahkan salah satu sumber mengatakan bahwa pihak Ahmadiyah memang bermaksud mengadakan perlwanan. Hal itu terbukti dengan adanya senjata yang digunakan.
Keadaan yang demikian  itu membuat sejumlah masa berpita biru naik pitam yang menyebabkan terjadinya aksi kerusuhan. Sejauh ini belum adanya masing-masing pihak untuk mengakhiri konflik tersebut.Akan tetapi, pertikaian itu telah berakhir dengan kerugian baik harta benda berupa materi maupun non materi hingga jatuhnya korban luka-luka dan meninggal dunia.Kebanyakan korban berasal dari pihak Ahmadiyah, dengan jumlah meninggal 3 orang dan sejumlah lainnya luka-luka.Korban meninggal yakni pemilik rumah si A. Bukan hanya itu, kerusuhan itu menyebabkan rusaknya bangunan berupa pembakaran rumah dan kendaraan bermotor.
        Selain itu ada juga dampak yang terjadi secara tidak langsung, yang berimbas kepada keresahan warga akan adanya serangan kembali, walaupun dari pihak lain tidak mengetahui apa-apa. Setidaknya hal itu membuat traumatis kepada semua pihak.                      Hubungan kedua kelompok pun makin renggang dan sulit untuk dicarikan titik temu. Untuk menjembatani adanya perdamaian antara kedua kubu, maka hal ini perlu dilakukan mediasi untuk menyatukan kepentingan-kepentingan bersama.

  1. Hasil Penerapan Alat stages of conflict
1.      Pra Konflik
Tahapan ini dipicu ketika terjadi ketidak sesuaian dua pihak atau lebih konflik pada tahap ini masih tersembunyi tetapi pihak-pihaknya yang terlibat menyadari adanya konfontasi. Kesadaran tesebut berupa renggangnya hubungan diantara pihak-pihak tersebut dengan menghindari kontak langsung dengan pihak lainnya :
Mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi. Hal ini sama saja menghina umat Islam, mengaku Islam tetapi tidak mau mengakui Muhammmad saw sebagai nabi terakhir.Dalam kitab Al-Khutbatul-IslamiyahMirza mengaku menerima wahyu dari Allah swt dengan memberi nama AHMAD. Surah Ash-Shaf ayat 6 yang mengabarkan kedatangan seorang Rasul bernama Ahmad dinisbatkan kepada Mirza.
"Bahwasanya Allah sendirilah yang memberi nama Ahmad padaku, ini sebagai pujian untukku di bumi serta di langit "Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)" (As-Shaf 6).
 "Jika orang benar-benar meneliti maksud Al-Qur'an itu (surah As-Shaf ayat 6 tadi) maka akan mengetahui bahwa yang dimaksud dengan nama AHMAD bukanlah Nabi Muhammad saw tetapi seorang Rasul yang diturunkan Allah swt pada akhir zaman sekarang ini. Bagi kami ialah Hazrat (Mirza Ghulam) AHMAD Al-Qadiani" (Suara Ansharullah, majalah bulanan Ahmadiyah, no. 3 dan 4).
Tidak cukup menyatakan kenabiannya, Mirza juga menyatakan bahwa mereka yang mengingkari kenabiannya termasuk kafir dan kekal dalam neraka. “Perlu diingat bahwa untuk menyatakan mereka yang mengingkari kenabianku adalah kafir merupakan hak para nabi pembawa syari’ah dan perintah Tuhan” (kitab Tiryaq al-Qulub halaman 130).
“Aku telah memperoleh wahyu bahwa siapa saja yang tidak mengikutimu dan tidak menyatakan sumpah setia kepadamu maka orang yang durhaka kepada Tuhan dan nabi-Nya akan menjadi penghuni neraka” (kitab Mi’yar al-Akhyar halaman 8).
Semua umat Islam yang belum menyatakan keimanannya kepada Mirza Ghulam Ahmad, al-Masih yang dijanjikan, apakah mereka telah mendengar namanya atau belum, mereka adalah kafir dan telah keluar dari Islam” (kitab Aina’ Sadaqat halaman 35).
Begitulah perlakuan Ahmadiyah terhadap Islam. Agama Islam di bawa oleh nabi Muhammad saw tahun 600-an Masehi, 1.200 tahun sebelum kedatangan Mirza. Pada tahun 1.800-an Masehi Mirza menyatakan bahwa dia seorang nabi, Islam menjadi miliknya, umat Islam yang tidak mengakuinya keluar dari Islam (murtad) dan masuk neraka.
Dilain hal, dengan tidak mengakui Muhammad saw sebagai nabi terakhir maka Ahmadiyah telah menghina Islam sebagai agama yang tidak sempurna sehingga butuh Mirza dan Ahmadiyah untuk menyempurnakannya. Padahal surah Al-Maidah 3 dengan tegas menyatakan bahwa Islam adalah agama terakhir dan telah sempurna diturunkan oleh Allah swt.
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu (Al-Maidah 3).
Disamping mengingkari Muhammad saw sebagai nabi terakhir, Ahmadiyah juga mengingkari kesucian Al-Quran dengan membuat kitab suci sendiri yang bernama Tazkirah.
Kitab Tazkirah berisi ayat-ayat yang merupakan bajakan dari Al-Quran dan di campur dengan wahyu versi Mirza.Kitab suci Ahmadiyah (Tazkirah) ini hampir 2 kali lebih tebal dari Al-Quran. Salah satu wahyu yang diterima Mirza adalah:
Wahai Ahmad-Ku, engkau adalah tujuan-Ku dan bersama-Ku. Engkau terhormat pada pandangan-Ku dan bersama-Ku.Aku memilih engkau untuk diri-Ku. Katakanlah: ‘Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian. Dan Dia mengasihi kalian.Dan Dia Maha Penyayang diantara para penyayang’ (Tazkirah halaman 224). Dua alinea pertama wahyu versi Mirza dan dua alinea berikutnya merupakan bajakan dari Al-Quran surah Ali Imran 31 dan surah Yusuf 64.
2.      Konfontasi
Pada tahap ini konflik sudah mulai terjadi salah satu pihak yang merasakan adanya masalah menyuruh pendukungnya untuk demo dan komfontasi. Dimungkinkan juga terjadi perkelahian / kekerasan.Hubungan pihak yang terlibat menjadi sangat tegang yang diikuti dengan polarisasi pendukung masing-masing pihak:
Konflik ini bermula ketika pihak FPI mendatangi salah satu rumah jamaah ahmadiyah untuk menegur tentang dakwahnya agar dihentikan. FPI melakukan hal yang demikian karena merasa ada legalitas yang didukung oleh surat Keputusan Bersama tiga Menteri ( SKB 3 Menteri ). Akan tetapi, dari informasi yang diperoleh bahwa pihak Ahmadiyah melawan dan menimbulkan kemarahan FPI yang pada akhirnya terjadi aksi saling serang.Pihak ahmadiyah mengakui bahwa ajarannya bukan ajaran yang sesat akan tetapi pihak FPI mengklaim ajaran ahmadiyah telah keluar dari ajaran Islam. Pihak FPI menuntut agar ahmadiyah segera membubarkan diri. Sebenarnya pokok permasalah dari kasus ini  adalah kurangnya dialog yang dilakukan oleh kedua pihak untuk mencari solusi atau titik temu masalahnya. Pada tahap ini demonstrasi menuntut pembubaran Ahmadiyah telah terjadi.
3.      Krisis merupakan puncak konflik yang terjadi ketika tekanan menjadi sangat tegang yang diikuti dengan polarisasi pendukung masing-masing pihak:
Penyerangan terhadap jama’ah Ahmadiyah di Cikeusik Pandeglang Banten pada 6 Februari 2011 mengakibatkan 3 orang jama’ah Ahmadiyah meninggal dan 5 orang luka-luka, rumah hancur dan kendaraan di bakar. Hal ini terjadi karena Ahmadiyah dianggap melanggar peraturan SKB 3 Menteri No.3 tahun 2008 dalam hal menyebarkan paham Ahmadiyah. Ketidaktegasan sikap pemerintah untuk membubarkan Ahmadiyah menjadi penyebab utama kasus ini berulang, sehingga menjadi duri dalam daging bagi umat Islam dan menimbulkan konflik horizontal. Padahal banyak negara di dunia telah menetapkan Ahmadiyah sebagai non-muslim, bahkan di negeri asal Ahmadiyah sendiri di India dan Pakistan.
Pemerintah dan berbagai Ormas mengutuk penyerangan atas Ahmadiyah karena mengganggu kerukunan beragama, media cetak dan elektronik berlomba-lomba memberitakan kekerasan yang dialami Ahmadiyah tanpa melihat akar masalahnya. Yang di sorot hanya penyerangan terhadap Ahmadiyah tetapi sadarkah mereka bahwa Ahmadiyah sendiri telah melakukan penyerangan dan penghinaan terhadap aqidah umat Islam, penyerangan apa yang lebih dahsyat daripada menghina sebuah agama?
Pertentangan pun terjadi antara umat muslim (islam) dengan umat jemaat Ahmadiyah. Pelarangan dan pemutusan secara hukum terhadap ajaran Ahmadiyah tidak menjadikan para penganut ajaran Ahmadiyah tersebut menghentikan kegiatan ajaran keagamaan, namun menghiraukan saja kondisi tersebut. Hingga pada akhirnya sering terjadi konflik dan pertikaian antara umat muslim Indonesia yang tergabung dalam front pembela islam Indonesia dengan jemaat Ahmadiyah. Pengrusakan, penghancuran, penganiayaan, perampasan segala bentuk benda dalam kegiatan peribadatan sering kali terjadi. Sampai terjadinya pertumpahan darah didalam konflik tersebut, baik dari pihak Ahmadiyah sebagai pemicu konflik dan juga pihak muslim Indonesia. Ketegangan-ketegangan terus terjadi Karena umat Ahmadiyah tetap saja bersikukuh terhadap pendiriannya, yaitu tetap menjalankan kegiatan keagamaan di dalam masyarakat. Meskipun berdasarkan atas nama Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Luar Negeri, dan Jaksa Agung Indonesia pada tanggal 9 Juni 2008 telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama, yang memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan islam, dan merujuk para umat jemaat Ahmadiyah untuk kembali ke dalam ajaran Islam yang hakiki dan sejati.
4.      Hasil ditandai dengan kemungkinan kalahnya salaah satu pihak.Penyerahan diri jika terjadi pada perang. Salah satu pihak mungkin menyerah atau memenuhi apa yang diminta pihak lain. Pihak-pihak yang terlibat mungkin juga setuju melakukan negosiasi baik dengan atau tanpa mediator.Pihak ketiga yang lebih kuat ditunjuk untuk mengakhiri konflik pada banyak kasus. Tahap ini ditandai dengan menurunnya tekanan konfontasi & kekerasan yang dapat mengarah pada penyelesaian:
Pada langkah ini adalah pengungkapan masalah yang sebenarnya yang mendasari adanya konflik tersebut. Masalah yang sebenarnya adalah penodaan agama oleh ahmadiyah dengan cara mengajarkan nabi terakhir adalah Mirza Ghulam Ahmad. Berkaitan dengan itu, maka masing-masing pihak harus mengungkapkan keinginannya. Dari pihak FPI menginginkan bahwa ahmadiyah harus membubarkan diri dan segera kembali ke jalan yang benar. Akan tetapi jika tidak membubarkan diri maka ahmadiyah harus membuang nama Islam. Sementara itu pihak ahmadiyah menginginkan adanya pemahaman lebih mendalam dari FPI tentang ahmadiyah, karena menurut pengakuannya bahwa tuduhan yang selama ini diarahkan tidak berdasarkan fakta.Mereka mengakui bahwa memang ada dua aliran dalam ahmadiyah dan yang mereka anut adalah yang mengakui nabi terakhir adalah tetap nabi Muhammad.
Untuk mencegah munculnya konflik yang lebih berkepanjangan, maka seharusnya ada keinginan dan pilihan untuk menyelesaikan sengketa. Diantaranya adalah ahmadiyah boleh melaksanakan kegiatan, jika memang tidak adanya bukti setelah tim FPI meneliti. FPI meminta agar ahmadiyah membubarkan diri. Opsi terakhir adalah mengeluarkan ahmadiyah dari Islam dan menjadikannya agama lain. Pihak ahmadiyah juga memberikan opsi, bahwa FPI harus mengganti seluruh kerugian yang diakibatkan oleh penyerangan tersebut. Tidak adanya tindak kekerasan susulan.
Hubungan kedua kelompok pun makin renggang dan sulit untuk dicarikan titik temu. Untuk menjembatani adanya perdamaian antara kedua kubu, maka hal ini perlu dilakukan mediasi untuk menyatukan kepentingan-kepentingan bersama.
5.      Post konflik  situasi ini adalah akhir dari semua kekerasan diakibatkan konfontasi dengan menurunnya tekanan dan terjadinya hubungan yang lebih normal antar pihak.Situasi ini mengarah situasi sebelum konflik.
 Usaha yang telah dilakukan berkenaan dengan proses mediasi, maka perlu untuk diadakan adanya sebuah peace building. Di dalamnya terdapat usaha-usaha untuk melestarikan jangka panjang.Ada dua jalan yang harus dilakkan oleh semua pihak.pertama, adanya kerjasama dan penguatan pengenalan antara kedua pihak. dengan begitu maka akan terwujud sebuah pengenalan, yang meningkat pada pemahaman dan berakhir dengan saling tolong menolong. Kedua, adanya sosialisasi dari masing-masing pihak untuk senantiasa mengingatkan betapa pentingnya sebuah perdamaian.
Dalam hal ini bisa juga digambarkan sebuah grafik untuk menggambarkan proses stages of conflict ini berlangsung.






Dari grafict tersebut tergambar bagaimana proses konflik itu berlangsung. Namun akhir dari perjalanan stage of conflict tersebut dalam menggambarkan konfliknya masih terasa menggantung. Dimana post conflik ini belum dapat sepenuhnya pemakalah predisikan karena kasus ahmadiyah sampai saat ini belum sepenuhnya berakhir. Hal tersebut dibuktikan dengan kejadian-kejadian dibeberapa daerah yang hambil menimbulkan konflik lama muncul kembali.   
  1. KOMENTAR ANALISIS
Konflik tersebut merupakan konflik yang terjadi antara kelompok dalam satu agama dan disebut dengan konflik horizontal. Penyelesaian pada konflik ini menggunakan model mediasi, karena dengan begitu konflik ini akan cepat diredakan.
Langkah-langkah yang perlu kami sampaikan dalam proses mediasi ini sebenarnya untuk mempermudah pelaksanaan mediasi dan mendeskripsikan secara umum jalannya mediasi. Pertama, persiapan mediasi, dalam persiapan mediasi ini mencakup beberapa aspek diantaranya            
a)     Menjalin hubungan dengan para pihak yang bersengketa
b)    Menjalin hubungan dengan para pihak yang bersengketa
c)     Melilih hubungan dengan para pihak yang bersengketa
d)    Memilih strategi untuk membimbing mediasi
e)     Menyusun rencana mediasi
f)     Membangun kepercayaan dan kerjasama diantara para pihak
Mediator dalam hal ini tentunya merupakan pihak yang netral diantara keduanya. Posisi pemerintah sebagai pihak yang yang netral patut menyelesaikan konflik beragama ini secara lebih bijak agar tidak terjadi lagi konflik yang berkepanjangan. Dimana peran Pancasila merupakan landasan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” merupakan salah satu cita-cita bangsa yang harus tercapai selama negara Indonesia masih berdiri.
Menganalisis untuk kemudian menentukan akar suatu masalah harus dilakukan secara jeli dengan melihat kondisi lapangan yang senantiasa dipengaruhi oleh kondisi sosio kulturalnya. Pemahaman yang komprehensif akan menghindarkan kita dari pandangan yang subyektif dan membantu kita menganalisis secara tepat. Ini mutlak diperlukan karena jika analisis kita tidak tepat maka solusi yang ditawarkan pun tidak sesuai dengan permasalahan yang sebenarnya. Oleh karena itu dalam kasus ini penulis mencoba mengaitkan kasus penyerangan Jemaat Ahmadiyah Manis Lor dan di Indonesia khususnya dengan beberapa komponen luar yang sangat terkait seperti regulasi/undang-undang umum dalam Pasal 29 UUD 1945. Jika perbedaan menjadi perselisihan, maka kebijakan yang seharusnya diambil bukanlah dengan cara ”mengebiri” hak golongan.
Jika hal ini dilaksanakan maka tidak akan timbul akibat sebagaimana yang terjadi dalam kasus penyerangan Jemaat Ahmadiyah yaitu pelanggaran HAM; penganiayaan, perusakan fasilitas ibadah, perusakan tempat tinggal, dan lain-lain. Oleh karena itu, Indonesia mengakui perbedaaan dan pemerintah Indonesia menjamin semua perbedaan yang terdapat di Indonesia, karena negara Indonesia memiliki beraneka suku, agama, ras dan bahasa. Sehingga pemerintah bertanggung jawab untuk menjamin perbedaan-perbedaan yang ada.
  1. ANALISIS DENGAN  TIMES LINE TOOL
   Alat analisis konflik ini bisa dianalisis dengan menggambarkan kejadian-kejadian kronologis suatu peristiwa terkait dengan dua atau tiga kelompok yang berkonflik.[1]Time line adalah garis waktu yang menjelaskan sejarah dari atau awal mulanya sebuah konflik sampai saat ini dan juga menunjukan tingkat intensitas apakah masa damai atau ekskalasi menjadi perang terbuka.Yang penting adalah tanggal ataupun tahun di catat setiap kejadi penting yang berhubungan dengan terciptanya konflik atau tidak. Apakah itu demonstrasi atau kekerasan antar kelompok, atau upaya negosiasi dan diplomasi.
Apabila kita membuat timeline kita bisa mengetahui bahwa satu kejadian itu mempunyai keterikatan dengan keterikatan satu sama lainnya. Setiap tahapan merupakan bagian dari proses konflik apakah adan meningkatkan ketegangan ataupun meredam. Jangan terjebak dalam melaporkan kejadian saja tanpa melihat kejadi kejadian yang sebelumnya.[2]
            Dari analisa pemakalah menurut beberapa sumber times line ini digambarkan dalam sebuah tabel menurut daftar rentang waktu kejadian proses awal sampai konflik berlangsung. Yakni:
Waktu
Peristiwa
1929

1935
1980an

2002-2007


2008


2009 dan 2010


6 Januari 2011
2011



29 Maret 2011

Pertengahan 2011 dan 16 Januari 2012
15 Februari 2012
Ahmadiyah sudah mulai masuk di Indonesia.
Berdirinya Ahmadiyah di Indonesia
Sudah ada perdebatan tetapi tidak  tercatat dan terekspose media massa
Mulai marak terjadi demonstrasi dari beberapa ormas Islam yang mengecam kesesatan Ahmadiyah
Tercatat 193 kasus bentuk demonstrasi dan penolakan disertai beberapa tindak perusakan fasilitas
Tercatat 33-50 aksi kekerasan terhadap Ahmadiyah oleh beberapa kelompok massa
Disebut masa krisis konflik terhadap Ahmadiyah karena menelan korban jiwa, disertai bukti-bukti video penyerangan didaerah Cikeusik Pandeglang yang terekspose media.
Terjadi penyerangan kembali didaerah Tasikmalaya
Terjadi kejadian yang menyulut konflik lama terulang di Cisalada
Pidato Presiden SBY Serius tangani kerukunan Agama

Dari data tersebut terlihat bagaimana awal masuknya Ahmadiyah di Indonesia sampai menimbulkan konflik dengan beberapa Ormas Islam. Sehingga dapat diketahui bahwa konflik tersesut berjalan dari tahun ketahun dan belum sepenuhnya tuntas sampai saat ini.



[1] http://dweemarty.multiply.com/journal/item/32
[2] http://studihukum.wordpress.com/2011/10/31/alat-alat-dalam-analisa-konflik/

Rabu, 20 Juni 2012

DAKWAH LINTAS BUDAYA


Pengertian Dakwah Lintas Budaya
Dakwah Lintas Budaya adalah merupakan kajian proses berdakwah mengajak seorang manusia untuk menyampaikan pesan-pesan agama Islam dan perilaku islami sesuai dengan konsep budaya yang berkembang di masyarakat. Hakikat dakwah Lintas budaya itu bagaimana kita dalam berdakwah, menggunakan budaya itu sebagai materi, metode, alat, dan strategi sesuai dengan kondisi budaya sasaran dakwah (mad’u). Karena setiap orang, setiap tempat, wilayah dan lingkungan mempunyai kondisi sosial budaya yang berbeda-beda. Maka dalam pendekatannya pun  berbeda pula.

Wilayah Kajian Dakwah lintas Budaya
Wilayah kajian dalam Dakwah lintas Budaya yakni mencakup berbagai bentuk Interaksi beberapa kebudayaan. Baik itu dalam bidang antropologi budaya, sosial, politik, ekonomi, filsafat, sastra, bahasa, musik, dan media massa. Selain itu perbedaan budaya, persinggungan budaya yang memicu proses inkulturasi, akulturasi, asimilasi. Itu juga merupakan wilayah kajian dalam dakwah Lintas Budaya. Karena dakwah itu juga harus disesuaikan dengan kondisi setempat. Sebagaimana diterangkan dlm QS. Ibrahim:4 yang berbunyi:
 “Kami tidak mengutus seorang rasulpun,supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”
        Dari firman Allah tersebut,   “Bahasa kaumnya” dalam ayat ini tidak terbatas hanya pada segi bahasa. Akan tetapi juga dikaitkan dengan keadaan, kondisi dan budaya setempat. Maka Rasul yang di utus oleh Allah dalam menyampaikan dakwahnya strateginya disesuaikan dengan kultur budaya setempat. Sebagaimana cara berdakwahnya Nabi Nuh, Nabi Musa dengan Nabi Muhammad terdapat beberapa perbedaan dalam pola strategi . Karena tantangan yang dihadapi bentuknya berbeda-beda dengan kondisi kaumnya yang berbeda pula. Akan tetapi terdapat persamaan tujuan Dakwah tersebut. Yakni mengajak kepada ketauhidan dengan menyembah Allah semata
        Selain itu wilayah kajian dari Dakwah lintas budaya ini juga tidak hanya menganalisis perbedaan akan tetapi juga persamaannya yang tentunya dari persamaan-persamaan tersebut terdapat celah-celah untuk lebih mudah dalam menyampaikan risalah Islam. Melalui berbagai pendekatan Psikologis, Sosiologis dan Lintas Budaya. (Anisa KW)