Sabtu, 15 Juni 2013

PEREMPUAN DAN POLITIK



                Di era globalisasi ini, Pembangunan disegala macam sektor telah dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dalam menjalani kehidupannya. Di masing-masing negarapun diskursus pembangunan dikembangkan hingga ke pelosok pedesaan. Di Indonesia misalnya, ideologi delelopment kemudian diterjemahkan menjadi pembangunan melalui mekanisme kontrol ideologi yang ketat dan canggih. Baik di bidang sosial, kultur, ekonomi dan politik. 
Perubahan iklim global ini dalam berbagai hal termasuk pembangunan disegala bidang, tetap belum bisa mengangkat posisi perempuan kepada tingkat kesetaraan. Bias gender di berbagai belahan dunia masih saja sering diperdengarkan . Walaupun lambat laun peningkata peran perempuan di sektor publik semakin meningkat. Tapi belum bisa menimbulkan dampak yang signifikan terhadap kesetaraan Gender.
Menurut Beauvoir, situasi ekonomi, sosial dan politik seseorang turut menentukan keluasaan gerak transendensinya. Dalam budaya patriarkat, sebagai jenis kelamin kedua, kehidupan ekonomi, sosial, dan politik perempuan bukan hanya dibatasi, melainkan tidak diakui. Yang terjadi adalah perempuan hidup untuk menunjang kehidupan ekonomi, sosial, dan politik laki-laki. 
          Pembatasauang gerak perempuan ini dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa tubuh perempuan adalah milik suami. Aktivitas di luar rumah, bekerja seperti laki-laki dibidang ekonomi, politik, budaya, seni dan bidang lainnya dianggap tidak pantas dilakukan perempuan karena tugas utamanya adalah di dalam rumah.
          Beauvoir bahkan menggambarkan bahwa dengan pekerjaan rumah tangga itu seperti berperang melawan setan. Karena yang dilakukan mereka adalah berperang melawan debu. Betapapun perempuan bekerja keras untuk membersihkannya, debu tidak bisa dihilangkan karena selalu datang.
Padahal kalau kita melihat sejarah bangsa ini sejak zaman RA Kartini, pahlawan-pahlawan wanita dalam Kemerdekaan, masa Orde Baru sampai pada masa sekarang ini Konsep Kesetaraan Gender dan emansipasi wanita terus diperdengungkan. Akan tetapi kenyataannya belum begitub nampak dampaknya pada peran perempuan di bidang politik.  Kalau kita melihat beberapa landasan hukum telah dijelaskan tentang pentingnya hak Asasi Manusia bagi setiap warga negara, antara lain disebutkan dalamUUD 1945 pasal 4 dan pasal 27 tentang persamaan Hak dan Kewajiban setiap warga negara tidak ada kecualinya. Selain itu disebutkan juga dalam INPRES RI No. 9/ 2000  tentang pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan.
Dengan demikian peran perempuan di beberapa sektor publik terutama politik perlu untuk ditingkatkan. Karena saat ini kita masih melihat beberapa bentuk ketimpangan posisi perempuan di bidang politik. Karena dengan semakin banyaknya perempuan yang masuk kebidang politik dalam arti harfiah mempunyai kekuasaan secara tidak langsubng dapat meningkatkan harkat dan martabat perempuan.

Kajian Wanita dan Politik
Semakin maraknya sektor wanita dibidang publik, khususnya meningkatnya peran wanita di bidang politik, menyebabkan semakin pentingnya studi peranan wanita. Peranan wanita tidak hanya dipahami sebagai fenomena perubahan sosial dan kultur dimana suatu masyarakat tertentu.
Kajian wanita dalam politik atau penjelasan tentang peranan politik wanita biasanya melalui dua sudut pandang.
Pertama
Penjelasan terhadap pola khusus partisipasi wanita yang umumnya bersifat kendala. Kendala partisipasi wanita, menurut penjelasan pertama ini bersumber pada, antara lain perbedaan sosialisasi antara wanita dan pria, karekteristik biologis dan siklus kehidupan akses yang tidak sama terhadap sumberdaya, profesi dan keuangan, penghargaan yang rendah terhadap pekerjaan yang secara tradisional dilakukan manusia, dsb.
Kedua,
Penjelasan terhadap berbagai bidang keterlibatan wanita dalam politik, seperti sosialisasi politik, perilaku politik pada peringkat warga negara biasa dan perilaku politik wanita pada peringkat elite politik. Perbedaan perilaku politik wanita dan pria pada peringkat warga biasa atau elite politik, dijelaskan mlalui perbedaan sejarah sosialisasinya, yaitu tentang bagaimana wanita belajar mengenai sex roles yang pantas dibidang politik.
Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Pusat Pemberdayaan Perempuan Dalam Politik, Titi Sumbung, di Jakarta, Rabu (28/9). Menurut Titi, mestinya peran perempuan lebih dihargai sebab jika melihat jumlah penduduk, separo dari penduduk Indonesia adalah perempuan. Jumlahnya mencapai 49,85 persen.




Mansour Fakih. 2007. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Shirley Lie. 2005. Pembebasan tubuh perempuan. Jakarta: PT Gramedia Widya Sarana Indonesia
Liza Hadiz, dkk. 2004. Perempuan dalam wacana Politik Orde Baru. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/72399

Tidak ada komentar:

Posting Komentar