Di era
globalisasi ini, Pembangunan disegala macam sektor telah dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan manusia dalam menjalani kehidupannya. Di
masing-masing negarapun diskursus pembangunan dikembangkan hingga ke pelosok
pedesaan. Di Indonesia misalnya, ideologi delelopment kemudian diterjemahkan
menjadi pembangunan melalui mekanisme kontrol ideologi yang ketat dan canggih.
Baik di bidang sosial, kultur, ekonomi dan politik.
Perubahan iklim
global ini dalam berbagai hal termasuk pembangunan disegala bidang, tetap belum
bisa mengangkat posisi perempuan kepada tingkat kesetaraan. Bias gender di
berbagai belahan dunia masih saja sering diperdengarkan . Walaupun lambat laun
peningkata peran perempuan di sektor publik semakin meningkat. Tapi belum bisa
menimbulkan dampak yang signifikan terhadap kesetaraan Gender.
Menurut
Beauvoir, situasi ekonomi, sosial dan politik seseorang turut menentukan
keluasaan gerak transendensinya. Dalam budaya patriarkat, sebagai jenis kelamin
kedua, kehidupan ekonomi, sosial, dan politik perempuan bukan hanya dibatasi,
melainkan tidak diakui. Yang terjadi adalah perempuan hidup untuk menunjang
kehidupan ekonomi, sosial, dan politik laki-laki.
Pembatasauang
gerak perempuan ini dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa tubuh perempuan
adalah milik suami. Aktivitas di luar rumah, bekerja seperti laki-laki dibidang
ekonomi, politik, budaya, seni dan bidang lainnya dianggap tidak pantas
dilakukan perempuan karena tugas utamanya adalah di dalam rumah.
Beauvoir bahkan
menggambarkan bahwa dengan pekerjaan rumah tangga itu seperti berperang melawan
setan. Karena yang dilakukan mereka adalah berperang melawan debu. Betapapun
perempuan bekerja keras untuk membersihkannya, debu tidak bisa dihilangkan
karena selalu datang.
Padahal kalau kita
melihat sejarah bangsa ini sejak zaman RA Kartini, pahlawan-pahlawan wanita
dalam Kemerdekaan, masa Orde Baru sampai pada masa sekarang ini Konsep
Kesetaraan Gender dan emansipasi wanita terus diperdengungkan. Akan tetapi
kenyataannya belum begitub nampak dampaknya pada peran perempuan di bidang
politik. Kalau kita melihat beberapa
landasan hukum telah dijelaskan tentang pentingnya hak Asasi Manusia bagi
setiap warga negara, antara lain disebutkan dalamUUD 1945 pasal 4 dan pasal 27 tentang persamaan Hak dan Kewajiban setiap
warga negara tidak ada kecualinya. Selain itu disebutkan juga dalam INPRES RI
No. 9/ 2000 tentang pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan.
Dengan demikian
peran perempuan di beberapa sektor publik terutama politik perlu untuk
ditingkatkan. Karena saat ini kita masih melihat beberapa bentuk ketimpangan
posisi perempuan di bidang politik. Karena dengan semakin banyaknya perempuan
yang masuk kebidang politik dalam arti harfiah mempunyai kekuasaan secara tidak
langsubng dapat meningkatkan harkat dan martabat perempuan.
Kajian Wanita
dan Politik
Semakin maraknya sektor wanita dibidang publik, khususnya
meningkatnya peran wanita di bidang politik, menyebabkan semakin pentingnya
studi peranan wanita. Peranan wanita tidak hanya dipahami sebagai fenomena
perubahan sosial dan kultur dimana suatu masyarakat tertentu.
Kajian wanita dalam politik atau penjelasan tentang peranan politik
wanita biasanya melalui dua sudut pandang.
Pertama
Penjelasan terhadap
pola khusus partisipasi wanita yang umumnya bersifat kendala. Kendala
partisipasi wanita, menurut penjelasan pertama ini bersumber pada, antara lain
perbedaan sosialisasi antara wanita dan pria, karekteristik biologis dan siklus
kehidupan akses yang tidak sama terhadap sumberdaya, profesi dan keuangan,
penghargaan yang rendah terhadap pekerjaan yang secara tradisional dilakukan
manusia, dsb.
Kedua,
Penjelasan
terhadap berbagai bidang keterlibatan wanita dalam politik, seperti sosialisasi
politik, perilaku politik pada peringkat warga negara biasa dan perilaku
politik wanita pada peringkat elite politik. Perbedaan perilaku politik wanita
dan pria pada peringkat warga biasa atau elite politik, dijelaskan mlalui
perbedaan sejarah sosialisasinya, yaitu tentang bagaimana wanita belajar
mengenai sex roles yang pantas dibidang politik.
Hal
itu dikatakan Direktur Eksekutif Pusat Pemberdayaan Perempuan Dalam Politik,
Titi Sumbung, di Jakarta, Rabu (28/9). Menurut Titi, mestinya peran perempuan
lebih dihargai sebab jika melihat jumlah penduduk, separo dari penduduk
Indonesia adalah perempuan. Jumlahnya mencapai 49,85 persen.
Mansour
Fakih. 2007. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Shirley
Lie. 2005. Pembebasan tubuh perempuan. Jakarta: PT Gramedia Widya Sarana
Indonesia
Liza
Hadiz, dkk. 2004. Perempuan dalam wacana Politik Orde Baru. Jakarta: Pustaka
LP3ES Indonesia
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/72399