Jumat, 06 Desember 2013

HAKIKAT KEIMANAN



A.    KEIMANAN
Keimanan berasal dari kata dasar “Iman”. Dibentuk dari kata “aamana” (fiil madhi/ bentuk telah), “yuminu” (fi’il mudhari/ bentuk sedang atau akan), dan mukminun (pelaku/ orang yang beriman).
Dalam QS. Al Baqarah: 165  tergambar bahwa iman adalah sikap (attitude), yaitu kondisi mental yang menunjukkan kecenderungan atau keinginan luar biasa terhadap Allah.
Ibnu Majah dalam Sunannya meriwayatkan bahwa nabi pernah bersabda: “Iman adalah keterikatan antara kalbu, ucapan dan perilaku. (Menurut Al-Sakawy dalam, Al-Maqasid, Al-Hasanah, hlm 140, kesahihan hadits tersebut dapat dipertanggungjawabkan).
“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (QS.Al-A’raf: 179)
Berdasarkan tafsiran tersebut diketahui bahwa struktur iman ada tiga aspek, yaitu:
1.      Kalbu,
2.      Lisan,
3.      Perbuatan.
Maka istilah iman identik dengan kepribadian manusia seutuhnya, atau pendirian yang konsisten. Pada umumnya Iman sering diartikan dengan Percaya. Kepercayaan yang teguh itu, IMAN namanya. Orang yang percaya disebut MU’MIN, dan kalau banyak disebut MU’MININ.
Iman merupakan asas yang menentukan ragam kepribadian manusia. Selama ini orang memahami bahwa iman artinya kepercayaan atau siikap batin, yaitu mempercayai Pokok-pokok kepercayaan “Rukun Iman” yang berjumlah enam, yaitu:
1.      Iman kepada Allah
2.      Iman kepada Malaikat
3.      Iman terhadap kitab-kitab Allah
4.      Iman kepada Rasul Allah
5.      Iman akan datangnya hari kiamat
6.      Iman terhadap Qada dan Qadar (takdir)
Pengertian Iman jika digandengkan dengan hadits Nabi yaitu “aqdun bil qalbi wa ikraarun bil lisaani wa amalun bil arkani” maka pengertiannya akan lebih operasional. Jika didefinisikan Iman adalah kepribadian yang mencerminkan suatu keterpaduan antara kalbu, ucapan dan perilaku menurut ketentuan Allah, yang disampaikan oleh malaikat kepada Nabi Muhammad.

Iman yang negatif disebut kufur . Pelakunya disebut kafir. Contohnya pada QS. An-Nisaa’ (4): 51
 “ Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab? mereka percaya kepada jibt dan thaghut*, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman”.
* Jibt dan Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah s.w.t.
Iman yang positif antara lain dirangkai dalam QS. AL-Baqarah: 4
“ Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat”.

B.     IMPLIKASI KEIMANAN
Ciri-ciri orang yang beriman tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya Allah saja, karena yang tahu isi hati seseorang hanyalah Allah. Karena pengertian iman yang sesungguhnya meliputi aspek kalbu, ucapan dan perilaku. Maka ciri-ciri orang yang beriman akan dapat diketahui sebagaimana dalam QS. Al-Anfal (8): 2.
“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.”
Implikasi dari keimanan tersebut yaitu:
1.      Tawakal
Yaitu senantiasa hanya mengabdi (hidup) menurut apa yang diperintahkan oleh Allah.
2.      Mawas diri dan bersikap Ilmiah
3.      Optimis dalam menghadapi Masa depan
4.      Konsisten dan Menepati Janji
5.      Tidak sombong
Ada tiga aspek Iman yaitu pengetahuan, kemauan dan kemampuan. Orang yang beriman kepada Allah adalah yang memiliki pengetahuan, kemauan, dan kemampuan untuk hidup dengan ajaran Al-Qur’an seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Oleh karena itu prasyarat untuk mencapai iman adalah memahami kandungan Al-Qur’an.
 
C.     PEMBINAAN IMAN
Seperti halnya cinta timbul melalui proses, diawali dari saling mengenal kemudian meningkat menjadi senang, rindu yang diikuti oleh berbagai konsekuensi, demikian pula halnya dengan iman. Iman terbentuk melalui proses mulai dari dalam kandungan sampai saat dimana seseorang berada, akan berpengaruh kepada keimananya.
Dalam rangka pembinaan dan pembangunan keimanan yang dapat dilakukan antara lain yaitu:
-          Pembibitan yang unggul. Jika seseorang menginginkan anaknya kelak menjadi mukmin, maka suami istri hendaknya berpandangan dan bersikap sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah.
-          Pemeliharaaan yang intensif terhadap berbagai pengaruh dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, pergaulan, maupun kondisi sekitar tempat tinggal.
-          Memberikan contoh dan teladan sesuai sunnah rasul.
-          Pembiasaan yang baik dalam keseharian. Dibiasakan menjalankan perintah Allah dan menjauhi hal-hal yang menjadi larangannya.
-          Menempatkan pada tempat pendidikan yang sesuai dengan syariat Islam.
-          Pengenalan terhadap ajaran Islam secara tepat dan benar.
Dengan demikian strategi untuk menumbbuhkembangkan keimanan kepada Allah adalah menumbuhkembangkan kegiatan, belajar dan mengajar Al-Qur’an secara akademik. Tujuan belajar dan mengajar bukan sekedar mampu membunyikan hurufnya, melainkan sampai memahami makna yang terkandung di dalamnya.
Kuat lemahnya iman seseorang sangat tergantung pada penguasaannya terhadap Al-Qur’an. Kekeliruan dan kedangkalan dalam memahami makna Al-Qur’an merupakan faktor yang membuat dangkal atau keliru dalam beriman. Untuk itu belajar dan mengajar Al-Qur’an harus dilakukan secara berkelanjutan. Belajar Al-Qur’an tidak hanya di waktu kecil, namun harus berkelanjutan sampai ajal tiba.

D.       KETAKWAAN
Konsep Ketakwaan berasal dari kata taqwa. Pengertian takwa adalah Mengikuti memenuhi segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Aplikasi ketakwaan dibingkai dalam bentuk Ibadah.
Ibadah mempunyai dua bentuk yakni:
1.       Ibadah MahdlahI atau ibadah ritual
Adalah ibadah kepada Allah yang telah ditentukan macam, tata cara, syarat, dan rukunnya oleh Allah dalam Al-Qur’an atau melalui sunnah rasul dalam haditsnya.
2.       Ibadah Ghairu Mahdlah atau ibadah sosial.
Adalah ibadah yang jenisyang jenis dan macamnya tidak ditentukan oleh Al-Qur’an maupun hadits. Menyangkut perbuatan apa saja yang diilakukan oleh seorang muslim, selama perbuatan yang tidak dilarang Allah dan dilakukan karena Allah.\
         Ciri- Ciri orang yang Taqwa menurut Imam Qusairi dalam kitab Duratun Nashihin, yaitu:
-          Tawadlo (rendah hati)
-          Qana’ah (menerima takdir)
-          Wara’ (hati-hati)
-          Yaqin (tawakal)
 Seseorang dinyatakan takwa kepada Allah dapat terlihat tanda-tandanya dalam tujuh macam hal yaitu:
1.       Ia memiliki lidah yang selalu menjadikannya sibuk berdzikir pada Allah, membaca Al-Qur’an dan memperbincangkan ilmu. Dengan demikian lidahnya tidak lagi digunakan untuk berdusta, menggunjing dan mengadu domba.
2.       Ia memiliki hati yang selalu mengeluarkan dari da;lam perasaam tidak bermusuhan dan dengki.
3.       Penglihatannya tidak memandang yang haram, tidak memandang kepada dunia dengan keinginan nafsu, tetapi ia memandangnya dengan mengambil i’tibar (contoh)
4.       Perutnya tidak dimasukkan barang haram.
5.       Tangannya tidak dipajangkan ke arah yang haram
6.       Telapak kakinya tidak dipakai untuk berjalan menuju maksiat, dan
7.       Ketaatannya murni karena Allah.
Orang yang melaksanakan ketakwaan disebut muttaqin. Melaksanakan perintah (amar) akan mendapatkan pahala (reward), sedangkan melanggar (nahyi) berdampak siksa (punishment). Semua itu tercatat dalam catatan amal dan perbuatan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar