- DESKRIPSI KASUS KONFLIK
FPI
merupakan sebuah organisasi yang anggotanya mempunyai ideologi Islam
radikal.Organisasi ini mempunyai pegangan bahwa barang siapa yang melihat
kemungkaran maka ubahlah dengan tanganmu.Sedangkan dari pihak Ahmadiyah adalah
sebuah aliran yang mempunyai dua ajaran, yang pertama disebut Qodian dan yang
kedua disebut dengan Lahore. Masing-masing
pihak memiliki alasan yang membenarkan untuk saling mempertahankan diri. Seperti yang sudah
disebutkan di awal bahwa akar konflik ini adalah, tidak adanya dialog yang
terbuka yang berakibat pada masing-masing kepentingan tidak dapat diakomodir.
Untuk itu, langkah yang pertama untuk mengetahuinya akan dilakukan analisis.
Analisis
disini meliputi latar belakang konflik, penyebab terjadinya konflik, apa yang
terjadi, dan bagaimana impiklasi terhadap konflik. Maka dari itu akan kita
awali dengan menganalisis latar belakang.
Konflik
ahmadiyah telah terjadi sejak kemunculannya di Indonesia. Dilanjutkan pada
tahun 2008, potensi akan terjadinya konflik sudah ada namun tidak meluas, baru
pada tanggal 06 Januari 2011 konflik ini mencapai titik puncaknya. Jadi, sebenarnya
potensi konflik telah ada dalam diri Ahmadiyah.Konflik ini terjadi di Umbulan,
Cikeusik, Pandeglang Banten.Konflik ini juga melibatkan orang FPI dan warga
jamaah ahmadiyah di kampung tersebut.Jika dikategorikan ke dalam jenis-jenis
konflik, maka konflik ini termasuk ke dalam konflik kelompok dalam intra
religious conflict. Ada banyak orang, diantaranya adalah orang yang berjumlah
2000 an dengan tanda pita biru.
Timbulnya
konflik ini karena beberapa factor yang menyebabkan konflik ini menegang,
diantaranya :
1. Karena tidak adanya keampuhan Pancasila
dan UUD 45 yang selama ini menjadi pedoman bangsa dan negara kita mulai
digoyang dengan adanya amandemen UUD 45 dan upaya merubah ideologi negara kita
ke ideologi agama tertentu. Factor ini adalah
factor yang menggerakan legitimasi terhadap serangan di komplek kampong
Ahmadiyah tersebut.
2. Perbedaan,
pandangan dan kepercayaan, yaitu anggapan bahwa Ahmadiyah tidak bernabikan
Muhammad akan tetapi adalah Mirza Ghulam Ahmad. Factor kedua ini adalah, factor
yang dinamakan sebagai pivotal factor root cause.
3. Kurangnya rasa menghormati baik antar
pemeluk agama satu dengan yang lainnya ataupun sesama pemeluk agama.Hal
ini dapat dikatakan sebagai pemicu dari timbulnya sebuah konflik. Karena jika
seseorang memiliki rasa saling mennghornati, akan tercipta suasana yang damai
dan konflik bisa direda.
4. Adanya kesalahpahaman yang timbul karena
adanya kurang komunikasi antar pemeluk agama.Factor
ini menurut penulis merupakan lanjutan dari factor yang kedua, ini bisa saja
masuk dalam pivotal factor.
5. Perkelahian yang
menyebabkan kedua kubu saling menderita.Factor inila yang disebut sebagai
factor pemerburuk. Jika tidak ada proses serang menyerang, maka konflik antara
orang ahmadiyah dan FPI, akan tetap menjadi konflik laten dan tidak akan
menjadi konflik permukaan atau secara langsung dikatakan konflik kekerasan.
Konflik
ini muncul karena berdasarkan anggapan FPI yang bertindak sesuai prosedur surat
Keputusan Tiga Menteri. Di samping itu juga didukung adanya perlawanan dari
jamaah ahmadiyah yang seolah menantang. Jika kita mengamati
kronologi kejadiannya menurut berbagai sumber yang ada, akan kita pahami
bahwa baik korban ataupun pelaku sama-sama bersalah. Pada mulanya sekelompok
masyarakat yang berjumlah 2000 orang dengan atribut pita berwarna biru
mendatangi rumah si A di desa Umbulan untuk bermaksud menghentikan segala
bentuk kegiatan yang dilakukan. Akan tetapi dari pihak warga tersebut menentang
dan akan tetap melanjutkan proses berdakwahnya, bahkan salah satu sumber
mengatakan bahwa pihak Ahmadiyah memang bermaksud mengadakan perlwanan. Hal itu
terbukti dengan adanya senjata yang digunakan.
Keadaan
yang demikian itu membuat sejumlah masa berpita biru naik pitam yang
menyebabkan terjadinya aksi kerusuhan. Sejauh ini belum adanya masing-masing
pihak untuk mengakhiri konflik tersebut.Akan tetapi, pertikaian itu telah
berakhir dengan kerugian baik harta benda berupa materi maupun non materi
hingga jatuhnya korban luka-luka dan meninggal dunia.Kebanyakan korban berasal
dari pihak Ahmadiyah, dengan jumlah meninggal 3 orang dan sejumlah lainnya
luka-luka.Korban meninggal yakni pemilik rumah si A. Bukan hanya itu, kerusuhan
itu menyebabkan rusaknya bangunan berupa pembakaran rumah dan kendaraan
bermotor.
Selain
itu ada juga dampak yang terjadi secara tidak langsung, yang berimbas kepada
keresahan warga akan adanya serangan kembali, walaupun dari pihak lain tidak
mengetahui apa-apa. Setidaknya hal itu membuat traumatis kepada semua pihak. Hubungan
kedua kelompok pun makin renggang dan sulit untuk dicarikan titik temu. Untuk
menjembatani adanya perdamaian antara kedua kubu, maka hal ini perlu dilakukan
mediasi untuk menyatukan kepentingan-kepentingan bersama.
- Hasil Penerapan Alat stages of conflict
1.
Pra
Konflik
Tahapan ini dipicu ketika terjadi ketidak
sesuaian dua pihak atau lebih konflik pada tahap ini masih tersembunyi tetapi
pihak-pihaknya yang terlibat menyadari adanya konfontasi. Kesadaran tesebut
berupa renggangnya hubungan diantara pihak-pihak tersebut dengan menghindari
kontak langsung dengan pihak lainnya :
Mengakui
Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi. Hal ini sama saja menghina umat Islam, mengaku
Islam tetapi tidak mau mengakui Muhammmad saw sebagai nabi terakhir.Dalam kitab
Al-Khutbatul-IslamiyahMirza
mengaku menerima wahyu dari Allah swt dengan memberi nama AHMAD. Surah Ash-Shaf
ayat 6 yang mengabarkan kedatangan seorang Rasul bernama Ahmad dinisbatkan
kepada Mirza.
"Bahwasanya Allah sendirilah yang memberi nama Ahmad
padaku, ini sebagai pujian untukku di bumi serta di langit "Dan
(ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya
aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku yaitu Taurat, dan
memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang
sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)" (As-Shaf 6).
"Jika orang benar-benar meneliti maksud Al-Qur'an
itu (surah As-Shaf ayat 6 tadi) maka akan mengetahui bahwa yang dimaksud dengan
nama AHMAD bukanlah Nabi Muhammad saw tetapi seorang Rasul yang diturunkan
Allah swt pada akhir zaman sekarang ini. Bagi kami ialah Hazrat (Mirza Ghulam)
AHMAD Al-Qadiani" (Suara Ansharullah, majalah bulanan Ahmadiyah, no. 3 dan
4).
Tidak
cukup menyatakan kenabiannya, Mirza juga menyatakan bahwa mereka yang
mengingkari kenabiannya termasuk kafir dan kekal dalam neraka. “Perlu diingat
bahwa untuk menyatakan mereka yang mengingkari kenabianku adalah kafir
merupakan hak para nabi pembawa syari’ah dan perintah Tuhan” (kitab Tiryaq
al-Qulub halaman 130).
“Aku telah memperoleh wahyu bahwa siapa saja yang tidak
mengikutimu dan tidak menyatakan sumpah setia kepadamu maka orang yang durhaka
kepada Tuhan dan nabi-Nya akan menjadi penghuni neraka” (kitab Mi’yar al-Akhyar
halaman 8).
Semua
umat Islam yang belum menyatakan keimanannya kepada Mirza Ghulam Ahmad,
al-Masih yang dijanjikan, apakah mereka telah mendengar namanya atau belum,
mereka adalah kafir dan telah keluar dari Islam” (kitab Aina’ Sadaqat halaman
35).
Begitulah
perlakuan Ahmadiyah terhadap Islam. Agama Islam di bawa oleh nabi Muhammad saw
tahun 600-an Masehi, 1.200 tahun sebelum kedatangan Mirza. Pada tahun 1.800-an
Masehi Mirza menyatakan bahwa dia seorang nabi, Islam menjadi miliknya, umat
Islam yang tidak mengakuinya keluar dari Islam (murtad) dan masuk neraka.
Dilain hal, dengan tidak mengakui Muhammad saw sebagai
nabi terakhir maka Ahmadiyah telah menghina Islam sebagai agama yang tidak
sempurna sehingga butuh Mirza dan Ahmadiyah untuk menyempurnakannya. Padahal
surah Al-Maidah 3 dengan tegas menyatakan bahwa Islam adalah agama terakhir dan
telah sempurna diturunkan oleh Allah swt.
Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu (Al-Maidah 3).
Disamping
mengingkari Muhammad saw sebagai nabi terakhir, Ahmadiyah juga mengingkari
kesucian Al-Quran dengan membuat kitab suci sendiri yang bernama Tazkirah.
Kitab
Tazkirah berisi ayat-ayat yang merupakan bajakan dari Al-Quran dan di campur
dengan wahyu versi Mirza.Kitab suci Ahmadiyah (Tazkirah) ini hampir 2 kali
lebih tebal dari Al-Quran. Salah satu wahyu yang diterima Mirza adalah:
Wahai
Ahmad-Ku, engkau adalah tujuan-Ku dan bersama-Ku. Engkau terhormat pada
pandangan-Ku dan bersama-Ku.Aku memilih engkau untuk diri-Ku. Katakanlah: ‘Jika
kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan
mencintai kalian. Dan Dia mengasihi kalian.Dan Dia Maha Penyayang diantara para
penyayang’ (Tazkirah halaman 224). Dua alinea pertama wahyu versi Mirza dan
dua alinea berikutnya merupakan bajakan dari Al-Quran surah Ali Imran 31 dan
surah Yusuf 64.
2.
Konfontasi
Pada tahap ini konflik sudah mulai
terjadi salah satu pihak yang merasakan adanya masalah menyuruh pendukungnya
untuk demo dan komfontasi. Dimungkinkan juga terjadi perkelahian / kekerasan.Hubungan
pihak yang terlibat menjadi sangat tegang yang diikuti dengan polarisasi
pendukung masing-masing pihak:
Konflik
ini bermula ketika pihak FPI mendatangi salah satu rumah jamaah ahmadiyah untuk
menegur tentang dakwahnya agar dihentikan. FPI melakukan hal yang demikian
karena merasa ada legalitas yang didukung oleh surat Keputusan Bersama tiga
Menteri ( SKB 3 Menteri ). Akan tetapi, dari informasi yang diperoleh bahwa
pihak Ahmadiyah melawan dan menimbulkan kemarahan FPI yang pada akhirnya
terjadi aksi saling serang.Pihak ahmadiyah mengakui bahwa ajarannya bukan
ajaran yang sesat akan tetapi pihak FPI mengklaim ajaran ahmadiyah telah keluar
dari ajaran Islam. Pihak FPI menuntut agar ahmadiyah segera membubarkan diri.
Sebenarnya pokok permasalah dari kasus ini adalah kurangnya dialog yang
dilakukan oleh kedua pihak untuk mencari solusi atau titik temu masalahnya. Pada tahap ini demonstrasi menuntut pembubaran Ahmadiyah
telah terjadi.
3.
Krisis
merupakan puncak konflik yang terjadi
ketika tekanan menjadi sangat tegang yang diikuti dengan polarisasi pendukung
masing-masing pihak:
Penyerangan
terhadap jama’ah Ahmadiyah di Cikeusik Pandeglang Banten pada 6 Februari 2011
mengakibatkan 3 orang jama’ah Ahmadiyah meninggal dan 5 orang luka-luka, rumah
hancur dan kendaraan di bakar. Hal ini terjadi karena Ahmadiyah dianggap
melanggar peraturan SKB 3 Menteri No.3 tahun 2008 dalam hal menyebarkan paham
Ahmadiyah. Ketidaktegasan
sikap pemerintah untuk membubarkan Ahmadiyah menjadi penyebab utama kasus ini
berulang, sehingga menjadi duri dalam daging bagi umat Islam dan menimbulkan
konflik horizontal. Padahal
banyak negara di dunia telah menetapkan Ahmadiyah sebagai non-muslim, bahkan di
negeri asal Ahmadiyah sendiri di India dan Pakistan.
Pemerintah
dan berbagai Ormas mengutuk penyerangan atas Ahmadiyah karena mengganggu
kerukunan beragama, media cetak dan elektronik berlomba-lomba memberitakan
kekerasan yang dialami Ahmadiyah tanpa melihat akar masalahnya. Yang di sorot
hanya penyerangan terhadap Ahmadiyah tetapi sadarkah mereka bahwa Ahmadiyah
sendiri telah melakukan penyerangan dan penghinaan terhadap aqidah umat Islam,
penyerangan apa yang lebih dahsyat daripada menghina sebuah agama?
Pertentangan
pun terjadi antara umat muslim (islam) dengan umat jemaat Ahmadiyah. Pelarangan
dan pemutusan secara hukum terhadap ajaran Ahmadiyah tidak menjadikan para
penganut ajaran Ahmadiyah tersebut menghentikan kegiatan ajaran keagamaan,
namun menghiraukan saja kondisi tersebut. Hingga pada akhirnya sering terjadi
konflik dan pertikaian antara umat muslim Indonesia yang tergabung dalam front
pembela islam Indonesia dengan jemaat Ahmadiyah. Pengrusakan, penghancuran,
penganiayaan, perampasan segala bentuk benda dalam kegiatan peribadatan sering
kali terjadi. Sampai terjadinya pertumpahan darah didalam konflik tersebut,
baik dari pihak Ahmadiyah sebagai pemicu konflik dan juga pihak muslim
Indonesia. Ketegangan-ketegangan terus terjadi Karena umat Ahmadiyah tetap saja
bersikukuh terhadap pendiriannya, yaitu tetap menjalankan kegiatan keagamaan di
dalam masyarakat. Meskipun berdasarkan atas nama Pemerintah Indonesia, Menteri
Agama, Menteri Luar Negeri, dan Jaksa Agung Indonesia pada tanggal 9 Juni 2008
telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama, yang memerintahkan kepada penganut
Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan islam, dan
merujuk para umat jemaat Ahmadiyah untuk kembali ke dalam ajaran Islam yang
hakiki dan sejati.
4.
Hasil
ditandai dengan kemungkinan kalahnya
salaah satu pihak.Penyerahan diri jika terjadi pada perang. Salah satu pihak
mungkin menyerah atau memenuhi apa yang diminta pihak lain. Pihak-pihak yang
terlibat mungkin juga setuju melakukan negosiasi baik dengan atau tanpa
mediator.Pihak ketiga yang lebih kuat ditunjuk untuk mengakhiri konflik pada banyak
kasus. Tahap ini ditandai dengan menurunnya tekanan konfontasi & kekerasan
yang dapat mengarah pada penyelesaian:
Pada
langkah ini adalah pengungkapan masalah yang sebenarnya yang mendasari adanya
konflik tersebut. Masalah yang sebenarnya adalah penodaan agama oleh ahmadiyah
dengan cara mengajarkan nabi terakhir adalah Mirza Ghulam Ahmad. Berkaitan
dengan itu, maka masing-masing pihak harus mengungkapkan keinginannya. Dari pihak FPI
menginginkan bahwa ahmadiyah harus membubarkan diri dan segera kembali ke jalan
yang benar. Akan tetapi jika tidak membubarkan diri maka ahmadiyah harus
membuang nama Islam. Sementara itu pihak ahmadiyah menginginkan adanya
pemahaman lebih mendalam dari FPI tentang ahmadiyah, karena menurut
pengakuannya bahwa tuduhan yang selama ini diarahkan tidak berdasarkan
fakta.Mereka mengakui bahwa memang ada dua aliran dalam ahmadiyah dan yang
mereka anut adalah yang mengakui nabi terakhir adalah tetap nabi Muhammad.
Untuk
mencegah munculnya konflik yang lebih berkepanjangan, maka seharusnya ada
keinginan dan pilihan untuk menyelesaikan sengketa. Diantaranya adalah
ahmadiyah boleh melaksanakan kegiatan, jika memang tidak adanya bukti setelah
tim FPI meneliti. FPI meminta agar ahmadiyah membubarkan diri. Opsi terakhir
adalah mengeluarkan ahmadiyah dari Islam dan menjadikannya agama lain. Pihak
ahmadiyah juga memberikan opsi, bahwa FPI harus mengganti seluruh kerugian yang
diakibatkan oleh penyerangan tersebut. Tidak adanya tindak kekerasan susulan.
Hubungan kedua kelompok pun makin renggang
dan sulit untuk dicarikan titik temu. Untuk menjembatani adanya perdamaian
antara kedua kubu, maka hal ini perlu dilakukan mediasi untuk menyatukan
kepentingan-kepentingan bersama.
5.
Post
konflik situasi
ini adalah akhir dari semua kekerasan diakibatkan konfontasi dengan menurunnya
tekanan dan terjadinya hubungan yang lebih normal antar pihak.Situasi ini
mengarah situasi sebelum konflik.
Usaha yang telah dilakukan berkenaan dengan
proses mediasi, maka perlu untuk diadakan adanya sebuah peace building. Di
dalamnya terdapat usaha-usaha untuk melestarikan jangka panjang.Ada dua jalan
yang harus dilakkan oleh semua pihak.pertama, adanya kerjasama dan penguatan
pengenalan antara kedua pihak. dengan begitu maka akan terwujud sebuah
pengenalan, yang meningkat pada pemahaman dan berakhir dengan saling tolong
menolong. Kedua, adanya sosialisasi dari masing-masing pihak untuk senantiasa
mengingatkan betapa pentingnya sebuah perdamaian.
Dalam hal ini bisa juga digambarkan sebuah grafik untuk
menggambarkan proses stages of conflict ini berlangsung.
Dari grafict tersebut tergambar bagaimana proses
konflik itu berlangsung. Namun akhir dari perjalanan stage of conflict tersebut
dalam menggambarkan konfliknya masih terasa menggantung. Dimana post conflik
ini belum dapat sepenuhnya pemakalah predisikan karena kasus ahmadiyah sampai
saat ini belum sepenuhnya berakhir. Hal tersebut dibuktikan dengan
kejadian-kejadian dibeberapa daerah yang hambil menimbulkan konflik lama muncul
kembali.
- KOMENTAR ANALISIS
Konflik tersebut merupakan konflik yang
terjadi antara kelompok dalam satu agama dan disebut dengan konflik horizontal.
Penyelesaian pada konflik ini menggunakan model mediasi, karena dengan begitu
konflik ini akan cepat diredakan.
Langkah-langkah yang perlu kami sampaikan dalam proses mediasi ini
sebenarnya untuk mempermudah pelaksanaan mediasi dan mendeskripsikan secara
umum jalannya mediasi. Pertama, persiapan mediasi, dalam persiapan mediasi ini
mencakup beberapa aspek diantaranya
a) Menjalin hubungan dengan para pihak yang
bersengketa
b) Menjalin hubungan dengan para pihak yang
bersengketa
c) Melilih hubungan dengan para pihak yang
bersengketa
d) Memilih strategi untuk membimbing mediasi
e) Menyusun rencana mediasi
f) Membangun kepercayaan dan kerjasama
diantara para pihak
Mediator dalam hal ini tentunya merupakan pihak yang netral diantara
keduanya. Posisi pemerintah sebagai pihak yang yang netral patut menyelesaikan
konflik beragama ini secara lebih bijak agar tidak terjadi lagi konflik yang
berkepanjangan. Dimana peran Pancasila merupakan
landasan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada sila ketiga yang
berbunyi “Persatuan Indonesia” merupakan salah satu cita-cita bangsa yang harus
tercapai selama negara Indonesia masih berdiri.
Menganalisis untuk kemudian menentukan akar suatu masalah harus dilakukan
secara jeli dengan melihat kondisi lapangan yang senantiasa dipengaruhi oleh
kondisi sosio kulturalnya. Pemahaman yang komprehensif akan menghindarkan kita
dari pandangan yang subyektif dan membantu kita menganalisis secara tepat. Ini
mutlak diperlukan karena jika analisis kita tidak tepat maka solusi yang
ditawarkan pun tidak sesuai dengan permasalahan yang sebenarnya. Oleh karena
itu dalam kasus ini penulis mencoba mengaitkan kasus penyerangan Jemaat
Ahmadiyah Manis Lor dan di Indonesia khususnya dengan beberapa komponen luar
yang sangat terkait seperti regulasi/undang-undang umum dalam Pasal 29 UUD
1945. Jika perbedaan menjadi perselisihan, maka kebijakan yang seharusnya
diambil bukanlah dengan cara ”mengebiri” hak golongan.
Jika hal ini dilaksanakan maka tidak akan timbul akibat sebagaimana yang
terjadi dalam kasus penyerangan Jemaat Ahmadiyah yaitu pelanggaran HAM;
penganiayaan, perusakan fasilitas ibadah, perusakan tempat tinggal, dan lain-lain.
Oleh karena itu, Indonesia mengakui perbedaaan dan
pemerintah Indonesia menjamin semua perbedaan yang terdapat di Indonesia,
karena negara Indonesia memiliki beraneka suku, agama, ras dan bahasa. Sehingga pemerintah
bertanggung jawab untuk menjamin perbedaan-perbedaan yang ada.
- ANALISIS DENGAN TIMES LINE TOOL
Alat analisis konflik ini bisa
dianalisis dengan menggambarkan kejadian-kejadian kronologis suatu peristiwa
terkait dengan dua atau tiga kelompok yang berkonflik.[1]Time
line adalah garis waktu yang menjelaskan sejarah dari atau awal mulanya sebuah
konflik sampai saat ini dan juga menunjukan tingkat intensitas apakah masa
damai atau ekskalasi menjadi perang terbuka.Yang penting adalah tanggal ataupun
tahun di catat setiap kejadi penting yang berhubungan dengan terciptanya
konflik atau tidak. Apakah itu demonstrasi atau kekerasan antar kelompok, atau
upaya negosiasi dan diplomasi.
Apabila kita membuat timeline kita bisa mengetahui bahwa satu kejadian itu
mempunyai keterikatan dengan keterikatan satu sama lainnya. Setiap tahapan
merupakan bagian dari proses konflik apakah adan meningkatkan ketegangan
ataupun meredam. Jangan terjebak dalam melaporkan kejadian saja tanpa melihat
kejadi kejadian yang sebelumnya.[2]
Dari analisa pemakalah
menurut beberapa sumber times line ini digambarkan dalam sebuah tabel menurut
daftar rentang waktu kejadian proses awal sampai konflik berlangsung. Yakni:
Waktu
|
Peristiwa
|
1929
1935
1980an
2002-2007
2008
2009 dan 2010
6 Januari 2011
2011
29 Maret 2011
Pertengahan 2011 dan 16 Januari 2012
15 Februari 2012
|
Ahmadiyah sudah mulai masuk di Indonesia.
Berdirinya Ahmadiyah di Indonesia
Sudah ada perdebatan tetapi tidak
tercatat dan terekspose media massa
Mulai marak terjadi demonstrasi dari beberapa ormas Islam yang mengecam
kesesatan Ahmadiyah
Tercatat 193 kasus bentuk demonstrasi dan penolakan disertai beberapa
tindak perusakan fasilitas
Tercatat 33-50 aksi kekerasan terhadap Ahmadiyah oleh beberapa kelompok
massa
Disebut masa krisis konflik terhadap Ahmadiyah karena
menelan korban jiwa, disertai bukti-bukti video penyerangan didaerah Cikeusik
Pandeglang yang terekspose media.
Terjadi penyerangan kembali didaerah Tasikmalaya
Terjadi kejadian yang menyulut konflik lama terulang di
Cisalada
Pidato Presiden SBY Serius tangani kerukunan Agama
|
Dari data tersebut terlihat bagaimana awal masuknya Ahmadiyah di Indonesia
sampai menimbulkan konflik dengan beberapa Ormas Islam. Sehingga dapat
diketahui bahwa konflik tersesut berjalan dari tahun ketahun dan belum
sepenuhnya tuntas sampai saat ini.