A.
KEIMANAN
Keimanan
berasal dari kata dasar “Iman”. Dibentuk dari kata “aamana” (fiil madhi/ bentuk
telah), “yuminu” (fi’il mudhari/ bentuk sedang atau akan), dan mukminun
(pelaku/ orang yang beriman).
Dalam
QS. Al Baqarah: 165 tergambar bahwa iman
adalah sikap (attitude), yaitu kondisi mental yang menunjukkan kecenderungan
atau keinginan luar biasa terhadap Allah.
Ibnu
Majah dalam Sunannya meriwayatkan bahwa nabi pernah bersabda: “Iman adalah
keterikatan antara kalbu, ucapan dan perilaku. (Menurut Al-Sakawy dalam,
Al-Maqasid, Al-Hasanah, hlm 140, kesahihan hadits tersebut dapat
dipertanggungjawabkan).
“Dan
Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah
orang-orang yang lalai.” (QS.Al-A’raf: 179)
Berdasarkan tafsiran tersebut diketahui bahwa struktur iman ada
tiga aspek, yaitu:
1.
Kalbu,
2.
Lisan,
3.
Perbuatan.
Maka
istilah iman identik dengan kepribadian manusia seutuhnya, atau pendirian yang
konsisten. Pada umumnya Iman sering diartikan dengan Percaya. Kepercayaan yang
teguh itu, IMAN namanya. Orang yang percaya disebut MU’MIN, dan kalau banyak
disebut MU’MININ.
Iman
merupakan asas yang menentukan ragam kepribadian manusia. Selama ini orang
memahami bahwa iman artinya kepercayaan atau siikap batin, yaitu mempercayai Pokok-pokok
kepercayaan “Rukun Iman” yang berjumlah enam, yaitu:
1.
Iman
kepada Allah
2.
Iman
kepada Malaikat
3.
Iman
terhadap kitab-kitab Allah
4.
Iman
kepada Rasul Allah
5.
Iman
akan datangnya hari kiamat
6.
Iman
terhadap Qada dan Qadar (takdir)
Pengertian
Iman jika digandengkan dengan hadits Nabi yaitu “aqdun bil qalbi wa ikraarun
bil lisaani wa amalun bil arkani” maka pengertiannya akan lebih operasional.
Jika didefinisikan Iman adalah kepribadian yang mencerminkan suatu keterpaduan
antara kalbu, ucapan dan perilaku menurut ketentuan Allah, yang disampaikan
oleh malaikat kepada Nabi Muhammad.
Iman yang negatif disebut kufur . Pelakunya disebut kafir.
Contohnya pada QS. An-Nisaa’ (4): 51
“ Apakah kamu tidak
memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab? mereka percaya
kepada jibt dan thaghut*, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik
Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman”.
* Jibt dan Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain
Allah s.w.t.
Iman yang positif antara lain dirangkai dalam QS. AL-Baqarah: 4
“
Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu
dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat”.
B.
IMPLIKASI
KEIMANAN
Ciri-ciri orang yang beriman tidak ada yang mengetahuinya kecuali
hanya Allah saja, karena yang tahu isi hati seseorang hanyalah Allah. Karena
pengertian iman yang sesungguhnya meliputi aspek kalbu, ucapan dan perilaku.
Maka ciri-ciri orang yang beriman akan dapat diketahui sebagaimana dalam QS.
Al-Anfal (8): 2.
“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal.”
Implikasi dari keimanan tersebut yaitu:
1. Tawakal
Yaitu senantiasa hanya mengabdi (hidup) menurut apa yang
diperintahkan oleh Allah.
2. Mawas diri dan bersikap Ilmiah
3. Optimis dalam menghadapi Masa depan
4. Konsisten dan Menepati Janji
5. Tidak sombong
Ada tiga aspek Iman yaitu pengetahuan, kemauan dan kemampuan. Orang
yang beriman kepada Allah adalah yang memiliki pengetahuan, kemauan, dan
kemampuan untuk hidup dengan ajaran Al-Qur’an seperti yang dicontohkan oleh
Rasulullah. Oleh karena itu prasyarat untuk mencapai iman adalah memahami
kandungan Al-Qur’an.
C.
PEMBINAAN
IMAN
Seperti halnya cinta timbul melalui proses, diawali dari saling
mengenal kemudian meningkat menjadi senang, rindu yang diikuti oleh berbagai
konsekuensi, demikian pula halnya dengan iman. Iman terbentuk melalui proses
mulai dari dalam kandungan sampai saat dimana seseorang berada, akan
berpengaruh kepada keimananya.
Dalam rangka pembinaan dan pembangunan keimanan yang dapat
dilakukan antara lain yaitu:
-
Pembibitan
yang unggul. Jika seseorang menginginkan anaknya kelak menjadi mukmin, maka
suami istri hendaknya berpandangan dan bersikap sesuai dengan yang
diperintahkan oleh Allah.
-
Pemeliharaaan
yang intensif terhadap berbagai pengaruh dari lingkungan keluarga, masyarakat,
pendidikan, pergaulan, maupun kondisi sekitar tempat tinggal.
-
Memberikan
contoh dan teladan sesuai sunnah rasul.
-
Pembiasaan
yang baik dalam keseharian. Dibiasakan menjalankan perintah Allah dan menjauhi
hal-hal yang menjadi larangannya.
-
Menempatkan
pada tempat pendidikan yang sesuai dengan syariat Islam.
-
Pengenalan
terhadap ajaran Islam secara tepat dan benar.
Dengan demikian strategi untuk menumbbuhkembangkan keimanan kepada
Allah adalah menumbuhkembangkan kegiatan, belajar dan mengajar Al-Qur’an secara
akademik. Tujuan belajar dan mengajar bukan sekedar mampu membunyikan hurufnya,
melainkan sampai memahami makna yang terkandung di dalamnya.
Kuat lemahnya iman seseorang sangat tergantung pada penguasaannya
terhadap Al-Qur’an. Kekeliruan dan kedangkalan dalam memahami makna Al-Qur’an
merupakan faktor yang membuat dangkal atau keliru dalam beriman. Untuk itu
belajar dan mengajar Al-Qur’an harus dilakukan secara berkelanjutan. Belajar
Al-Qur’an tidak hanya di waktu kecil, namun harus berkelanjutan sampai ajal
tiba.
D. KETAKWAAN
Konsep
Ketakwaan berasal dari kata taqwa. Pengertian takwa adalah Mengikuti memenuhi
segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Aplikasi ketakwaan
dibingkai dalam bentuk Ibadah.
Ibadah mempunyai dua bentuk yakni:
1. Ibadah MahdlahI atau ibadah ritual
Adalah
ibadah kepada Allah yang telah ditentukan macam, tata cara, syarat, dan
rukunnya oleh Allah dalam Al-Qur’an atau melalui sunnah rasul dalam haditsnya.
2. Ibadah Ghairu Mahdlah atau ibadah sosial.
Adalah
ibadah yang jenisyang jenis dan macamnya tidak ditentukan oleh Al-Qur’an maupun
hadits. Menyangkut perbuatan apa saja yang diilakukan oleh seorang muslim, selama
perbuatan yang tidak dilarang Allah dan dilakukan karena Allah.\
Ciri- Ciri orang yang Taqwa menurut
Imam Qusairi dalam kitab Duratun Nashihin, yaitu:
-
Tawadlo (rendah
hati)
-
Qana’ah (menerima
takdir)
-
Wara’
(hati-hati)
-
Yaqin (tawakal)
Seseorang dinyatakan takwa kepada Allah dapat
terlihat tanda-tandanya dalam tujuh macam hal yaitu:
1. Ia memiliki lidah yang selalu menjadikannya sibuk berdzikir
pada Allah, membaca Al-Qur’an dan memperbincangkan ilmu. Dengan demikian
lidahnya tidak lagi digunakan untuk berdusta, menggunjing dan mengadu domba.
2. Ia memiliki hati yang selalu mengeluarkan dari da;lam
perasaam tidak bermusuhan dan dengki.
3. Penglihatannya tidak memandang yang haram, tidak memandang
kepada dunia dengan keinginan nafsu, tetapi ia memandangnya dengan mengambil i’tibar
(contoh)
4. Perutnya tidak dimasukkan barang haram.
5. Tangannya tidak dipajangkan ke arah yang haram
6. Telapak kakinya tidak dipakai untuk berjalan menuju maksiat,
dan
7. Ketaatannya murni karena Allah.
Orang yang melaksanakan ketakwaan
disebut muttaqin. Melaksanakan perintah (amar) akan mendapatkan pahala (reward),
sedangkan melanggar (nahyi) berdampak siksa (punishment). Semua
itu tercatat dalam catatan amal dan perbuatan kita.