Menurut Jalaluddin
Rakhmat, dalam “Etika Komunikasi: Perspektif Religi”, Beberapa
aspek etika jurnalistik yang tergambar dalam Alqur’an diantaranya:
a.
Fairness:
Istilah
ini khususnya yang menyangkut komunikasi massa yang meliputibeberapa aspek
etis, misalnya menerapkan etika kejujuran atau obyektivitas,berdasarkan fakta,
tidak memihak dengan menulis berita secara berimbang sertamenerapkan etika
kepatutan atau kewajaran.Aspek kejujuran atau obyektivitas dalam komunikasi
merupakan etika yangdidasarkan kepada data dan fakta. Faktualitas menjadi kunci
dari etika kejujuran;menulis dan melaporkan dilakukan secara jujur, tidak
memutarbalikkan fakta yang ada. Dalam istilah lain adalah informasi yang teruji
kebenarannya dan orangnya terpercaya atau dapat diakui integritas dan kredibilitasnya. Dalam Alqur’an kejujuran ini dapat
diistilahkan dengan shidq, atau al-haq.
Berdasarkan hal-hal inilah
maka seorang pekerja komunikasi massa dalam pandangan Al qur’an tidak
akan berkomunikasi secara dusta atau dengan istilah lahw al-hadits (kebohongan
beritaatau cerita palsu) dan al-ifk ( mengada-ada, berita palsu, atau
gossip).
Dalam QS Luqman ayat
16 disebutkan : “Dan di antara manusia (ada)orang yang mempergunakan perkataan
yang tidak berguna untuk menyesatkan(manusia) dari jalan Allah tanpa
pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olok.Mereka itu akan memperoleh
azab yang menghinakan”. Ayat ini menyiratkanadanya perilaku orang yang
mempergunakan kejahatan atas orang lain demikeuntungan pribadi.
Dari ungkapan
tersebut dapat dipahami mengenai sifat orangyang suka memilih cerita fiktif
atau berita bohong demi keuntungan material dandari pilihannya itu banyak orang
menderita kesesatan. Dalam konteks komunikasimassa ayat ini dapat dijadikan
petunjuk betapa berbahayanya jika informasidisebarluaskan tanpa dasar-dasar
kebenaran yang bertujuan menyesatkan publik.Ditambah dengan adanya QS. An-Nur
ayat 15 dimana Allah mengingatkan:“Ingatlah ketika kamu menerima berita bohong
itu dari mulut ke mulut dan kamukatakana dengan mulutmu apa yang tidak kamu
ketahui sedikitpun dan kamumenganggapnya sebagai suatu yang ringan saja,
padahal itu disisi Allah adalahbesar”.
Dalam bidang
komunikasi massa, hal ini digambarkan melalui peristiwagossip atau hal-hal yang
diinformasikan tanpa melalui proses cek dan re-ceksehingga ada seseorang yang
diberitakan merasa rugi atau menderita karenaketidakbenaran informasi
tersebut.Masih dalam konteks fairness sebagai aspek etis komunikasi
massa,seorang yang terlibat dalam bidang jurnalistik ditunut untuk menyampaikan
informasiberdasarkan fakta yang terjadi, artinya berasaskan kebenaran.
Seperti
yangdinyatakan dalam QS. Al-Baqarah 147, Alqur’an mengajarkan agar kita
berkatabenar, tidak boleh menyembunyikan kebebaran atau mencampuradukkan
antarayang benar dengan hal yang batil. Yang benar itu datangnya dari Allah.
Karenanyakamu jangan menjadi orang yang ragu. Dikuatkan juga dengan pernyataan
dariQS. Yunus 82 bahwa “Allah akan selalu mengukuhkan yang benar meskipun
tidakdisukai oleh orang berdosa”.
Menurut Jalaluddin
Rakhmat, prinsip ini dengan bagus diperasionalisasikandalam kode etik Sigma
Delta Chi, the Society of Professional Journalism, yangmenyatakan bahwa the
duty if journalist Islam to servw the truth. Untuk itupara jurnalis harus
bertindak berdasarkan intelegence, objectivity, accuracy, andfairness. Artinya
ia harus menghindari dusta, distorsi pesan, fitnah, prasangka ataukesengajaan
untuk menutupi fakta sebagai memberikan makna yangmenyesatkan.[1]
b. Amanah:
Dalam surat
al-Mu’minun ayat 8 ditegaskan bahwa salah satu indicatororang beriman yang
beruntung adalah sejauhmana ia mampu memelihara amanahyang diberikan kepadanya.
Sedangkan pada surat al-Ma’arij ayat 32 Allahmengatakan bahwa orang yang mampu
memelihara amanahnya akan terhindardari sifat gelisah bila ditimpa musibah, dan
tidak bersifat kikir jika ia mendapatkebaikan atau rizki dari Allah jika
ditarik kedalam konteks komunikasi, dapat dipahamibahwa ketidakjujuran dalam
memberikan informasi akan menimbulkan kegelisahanbatin dan hilangnya rasa
kepedulian sosial terhadap masyarakat.Sifat terpercaya adalah sifat rasul. Nabi
Muhammad SAW diberi sifatamanah dan sifat tersebut mestilah dijadikan
panutan oleh siapa saja, terutamaseorang komunikator yang bergerak dalam bidang
komunikasi massa.
c. Adil,
tidak memihak:
Dalam
praktek jurnalistik berlaku prinsip etis adil danberimbang, artinya tulisan
harus disajikan secara tidak memihak. Menyajikan beritayang bersumber dari
berbagai pihak yang mempunyai kepentingan, penilaian atausudut pandang
Berlaku adil adalah
ajaran Islam, yang dalam istilah Islam kata al-adlberarti memberikan
sesuatu yang menjadi hak seseorang, atau mengambil sesuatudari seseorang yang
menjadi kewajibannyaini berarti umat Islam diperintahuntuk berkomunikasi dengan
benar, tidak memihak, berimbang, dan tentunya sesuaidengan hak seseorang.
Keadilan merupakan salah satu sendi dalam pembangunandan sebagai asas utama
dalam urusan sosial. Karenanya tidak boleh bagi seorangmukmin untuk membedakan
seseorang, meskipun kerabat atau famili terdekat.Keadilan harus diperlakukan sama
pada semua bentuk kegiatan seperti memberikanpertimbangan dan pengukuran dalam
hal yang berhubungan dengan perkataanatau komunikasi.
Dalam konteks komunikasi massa
misalnya dalam penyajian berita di mediacetak atau elektronik sempat Terjadi
ketidakadilan – memihak dan tidak berimbangtentu akan mengundang kegagalan dan
kehancuran dalam pembangunan, termasukpembangunan komunikasi. berita yang tidak
seimbang akan merugikan orang lain,dan itu berarti perbuatan yang dzalim
sebagai lawan dari adil.Dalam etika jurnalistik ada prinsip etis dengan
memberikan hak jawab,yakni memberikan kesempatan kepada seseorang untuk
memperbaiki kekeliruaninformasi yang dipublikasikan dalam media massa. Tujuan
hak jawab ini adalah untuk memperbaiki kesalahan dan sekaligus memberikan hak
seseorang untukmenyatakan pendapat dengan segala argumentasinya.
Dengan
demikian akan terjadi informasi yang berimbang. Inilah yang dimaksud dalam Kode
Etik Jurnalistik. Dengan menyajikan berita secara berimbang dan adil yang
bersumber dari berbagai pihak yang punya kepentingan dan penilaian
masing-masing. Dalam prakteknya, ada jurnalis atau institusi media massa masih
sering menyajikan tulisan atau beritasecara tidak berimbang yang disebabkan
adanya faktor kebencian terhadapseseorang atau organisasi dan serta ada
nepotisme serta primordial. Artinya masih berpihak kepada kepentingan pribadi
atau kelompok mereka sendiri demi meraihkeuntungan semata.