Minggu, 29 Januari 2012

OVJ dan Hukum Etika Media Massa

                   

Televisi merupakan salah satu media penyiaran elektronik yang dapat ditangkap secara audio visual oleh khalayak. Fungsi televisi sebagai media informasi, edukasi, hiburan dan pembinaan kebudayaan direalisasikan dalam program-program acara seperti news, talkshow, reality show, film, sinetron, infotainment, religi, comedy, dsb,.  acara hiburan, seperti komedi. Fungsi televisi sebagai media hiburan menduduki posisi yang paling tinggi dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain. Karena, televisi termasuk media massa yang murah, banyak pilihan dan berlangsung setiap hari selama 24 jam non stop. Hiburan yang disajikan bertujuan untuk menghibur audien melepaskan segala kepenatan dan stress seperti halnya menjadi sarana relaksasi.

Media massa televisi saat ini terjebak dalam mindstream latah yang berkembang dimasyarakat, namun sepertinya media televisi merasa lebih aman ketika menjual mindstream dari pada bersusah-susah melakukan uji coba terhadap acara-acara baru (Bungin, 2005: 174).

Ketika Indosiar sukses menayangkan Akademi Fantasi Indosiar (AFI), maka bermunculanlah acara pencarian bakat serupa di berbagai stasiun televisi lainnya. Juga ketika tayangan gosip cek & ricek dan Kabar kabari berhasil di RCTI, televisi lainnya pun ikut-ikutan menayangkan gosip. Komedi Extravaganza yang sukses di Trans TV, kemudian juga memunculkan acara komedi lainnya dari Stasiun Televisi lain Seperti Opera Van Java, Pas Mantab, dll. Tayangan komedi berseri seperti Abdel Temon diikuti oleh  acara Awas ada Sule, Kanjeng Mami, Sketsa, dll. Khalayak dieksploitasi dan respons kesenangannya diburu lantaran perolehan komersial. Namun, kesenangannya ini tidak sepenuhnya bisa diprediksi.

Komedi merupakan salah satu jenis berhumor yang kini banyak ditampilkan dalam sebuah tayangan televisi. Bahkan tayangan hiburan yang bertujuan mengundang gelak tawa pemirsanya ini kian menjamur dan menjadi program unggulan stasiun televisi. Dengan berbagai cara, para pelawaknya melakukan hal-hal bodoh entah dari tingkahnya ataupun dialognya, yang jelas harus lucu dan membuat orang lain tertawa.

Sebagaimana salah satu program acara komedi Opera Van Java (OVJ) merupakan tayangan komedi yang berhasil membuat sebagian besar penontonnya setia menonton tayangan ini. Lawakan yang mereka sajikan pun menjadi khas dengan unsur kekerasan di dalamnya. Aksi pemukulan, saling ejek, dan berbagai kekerasan lain mereka gunakan untuk menciptakan lawakan yang menghibur. Aksi kekerasan yang dimunculkan dalam bentuk humor tentunya dapat berpengaruh terhadap audien. Terutama anak-anak. Apalagi program OVJ ditayangkan pada waktu primetime, yang dapat disaksikan oleh segala umur termasuk anak-anak.

Masyarakat tentunya tidak mau terjadinya pengulangan sama yang mana tayangan yang mengandung unsur kekerasan dapat menimbulkan korban dari kalangan anak-anak. Sebagaimana yang dialami Reza yang berusia 10 tahun dari Bandung dan Rizky (usia 5 tahun) dari jakarta adalah korban yang meninggal setelah ‘dismack down’ rekannya yang lebih besar. Mengingat dampak negatif ini, maka tayangan Smack Down dihentikan oleh Lativi setelah mendapat intervensi dari KPI (Solihati,2007: 133).

Sama halnya komedi Opera Van Java (OVJ) Menurut Riyanto, KPI juga menerima 56 laporan atas tayangan komedi 'OVJ', karena dinilai tidak mendidik, pelecehan, dan kekerasan (www.kpi.go.id). Comedi merupakan acara yang menghibur dan cukup dinikmati pemirsa televisi dengan berbagai variasi yang terdapat didalamnya.

Akan tetapi menurut Solihati (2007: 133) format hiburan tersebut ada hal yang cukup memprihatinkan dimana dengan meleditimasi unsur “kelucuan” maka seolah olah oleh para pelawak tidak lagi memperhatikan lagi unsur etika. Dalam memainkan peran sebagai pelawak, seringkali banyak menuntut “pemakluman” dari fihak lain sehingga wacana kekerasan fisik dan verbal juga harus menjadi bagian dari pemakluman tersebut.

Kekerasan fisik juga sering menjadi arena pemakluman publik ketika dijadikan sebagai materi lawak Melalui dialog yang  dianggap lucu ini, seringkali secara sosial menjadi tidak lucu karena ada unsur menyakiti dan melecehkan orang lain (Ibrahim, 2004 : xxvi).

Masyarakat hanya memandang bahwa acara komedi tersebut hanyalah sebagai bentuk hiburan semata. Asal dapat membuat tertawa, menghilangkan beban fikiran dan menciptakan kesenangan tersendiri. Maka program acara tersebut akan terus diminati oleh pemirsa tanpa memperdulikan efek yang ditimbulkannya. Dari pihak pengelola program acara ditelevisi dimana ada unsur komersial dalam pengelolaan. Ketika program acara terus diminati dan ratingnya naik pasti akan terus dijalankan. Sehingga tidak sedikit terdapat program acara yang bertentangan dengan Pedonam Perilaku Siaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) yang terkandung hukum dan etika media massa.

Sebagai media populer, banyak pihak yang memperbincangkan masalah televisi tersebut. Sebagaimana comedi OVJ, di satu pihak memandangnya sebagai acara hiburan yang menimbulkan kesenangan bagi penonton, akan tetapi dipihak lain memandangnya banyak terdapat pelanggaran. 

Oleh karena itu dalam karya tulis ini penulis mengangkat tentang studi kritisisme terhadap acara komedi Opera Van Java (OVJ) di televisi Perspektif Hukum dan Etika Media Massa yang masih menimbulkan perdebatan antara pro dan kontra terhadap sajian acara tersebut.

                 Etika Media Massa

Ketika media massa berada dalam konteks sosial dan dikonsumsi oleh khalayak maka pada saat itu media massa berhadapan dengan masalah etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa media massa pada dasarnya tidak bebas nilai. Seluruh proses produksi, distribusi dan konsumsi pesan komunikasi merupakan hasil interaksi para pelaku, konsumen dan distributor komunikasi. Interaksi inilah yang mau tidak mau menempatkan proses komunikasi dalam kerangka tindakan manusia. Mana tindakan yang baik, mana tindakan yang buruk. Itulah point utama dari masalah etika.

                  Sebagaimana dalam (www.wikipedia.org/wiki/Hukum_dan_etika ediakomunikasi.id), Etika adalah pedoman atau aturan moral untuk situasi-situasi dimana media memiliki efek negatif dan hukum tidak bisa menjaga tingkah laku. Kode etik kebanyakan diciptakan oleh organisasi profesional. Etika adalah peraturan moral yang menuntun tingkah laku seseorang. Para pendidik yang memainkan peran yang penting dalam menerapkan etika. Etika merupakan komponen yang penting dalam pendidikan jurnalisme. Di dalam jurnalisme terdapat beberapa etika yang harus dipatuhi yaitu akurasi, keadilan, kerahasiaan, privasi.

Komedi ditelevisi merupakan program acara hiburan yang eberadaannya yang cukup menarik hati pemirsanya.  Sehingga ratingnya terus naik. Akan tetapi didalam muatan acara yang disajikan juga menuntut untuk dikritisi karena bertentangan dengan etika yangada dimasyarakat.

Menurut (Straubbar, J: 2006), Etika dunia hiburan mempunyai beberapa isu pokok, yaitu: pertama, siapa yang bertanggung jawab terhadap efek media. Dunia hiburan mempunyai nilai-nilai anti sosial yang bisa dikembangkan oleh masyarakat. Padahal di satu sisi, media hiburan menempatkan diri sebagai reflektor kehidupan masyarakat. Isu kedua adalah isu payola. Payola adalah proses penyisipan pesan-pesan anti sosial dalam media hiburan yang dikonsumsi oleh khalayak. (http://ekawenats.blogspot.com).

             Konten isi inilah yang menjadi sorotan banyak pihak. Terutama lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Semua media massa elektronik dalam pembahasan ini terkhusus pada televisi dengan program Acara Komedi Opera Van Java (OVJ) juga harus mengikutipola hukum dan etika media massa. Sebagai salah satu media penyiaran, maka Pedoman Perilaku Siaran (P3), Standar Program Siaran (SPS) dan Undang-undang tentang Penyiaran juga harus dipenuhi.

             Sebagaimana pedoman perilaku Penyiaran adalah ketentuan –ketentuan bagi lembaga Penyiaran yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia untuk menjadi panduan tentang batasan apa yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam menyelenggarakan penyiaran dan mengawasi sistem penyiaran Republik Indonesia.

 

Bentuk pelanggaran Perspektif Hukum dan Etika Media Massa

Dibalik kesuksesan yang ditampilkan oleh Opera Van Java (OVJ) Terdapat berbagai persoalan yang patut mendapat perhatian dari masyarakat. Menurut Riyanto, KPI juga menerima 56 laporan atas tayangan komedi 'OVJ', karena dinilai tidak mendidik, pelecehan, dan kekerasan (www.kpi.go.id). Dimana pelanggaran-pelanggaran yang terdapat dalam tayangan Opera Van Java antara lain:

a.       Kekerasan

-            Hukum yang dilanggar tertuang dalam UU RI No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 36 ayat 5 huruf b. yang berbunyi “Isi siaran dilarang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau

-            Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)  Nomor 02/P/KPI/12/2009  tentang Pedoman Perilaku Penyiaran   pasal 26  ayat 1 yang berbunyi” program siaran  dilarang membenarkan kekerasan dan sadisme sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari”

Sebagai contoh dalam setiap episode para pelawak mendorong pemain lain sampai jatuh, memukul, melempar dan menendang orang/lawan main dengan proferty yang ada di panggung. Walaupun property tersebut dari styrofoam dan tidak akan melukai lawan mainnya, tetapi tetap saja esensinya adalah memukul dengan benda keras. kerena benda tersebut memang di bentuk menyerupai aslinya seperti meja, kursi, pohon dan sebagainya.  

Bahkan seperti dalam beberapa episode yang berjudul “Kuch Kuch Mata Keranjang”  pemain menendang koper yang merupakan barang asli bukan sterofoam. Kemudian pada episode yang berjudul “Koboi Jagoan” terdapat pelemparan mainan pistol-pistolan, melempar pepatu, dan kemudian menendang lawan main.

 

b.      Pelecehan atau penghinaan terhadap kelompok tertentu

-             Hukum yang dilanggar tertuang dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)    Nomor 02/P/KPI/12/2009  tentang Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 15 ayat 1 huruf a,b dan ayat 2 huruf b.

-            Pasal 15, ayat 1 huruf a dan b, yang berbunyi “Program siaran tidak boleh melecehkan, menghina, atau merendahkan kelompok masyarakat minoritas dan marginal, seperti

 a. Kelompok dengan pekerjaan tertentu, seperti : pekerja rumah tangga, hansip, atau satpam;

b. kelompok yang kerap dianggap memiliki penyimpangan, seperti waria, laki-laki yang keperempuan-perempuanan, atau perempuan yang kelaki-lakian;”

-       Pasal 15 ayat 2 huruf b yang berbunyi: “menjadikan kelompok-kelompok tertentu sebagai bahan olok-olok atau tertawaan; dan/atau”      

Sebagai contoh dalam episode tentang Roro Jongrang, si dayangnya roro jongrang mengelap mukanya dengan kain keset/ kain lap. Selain itu adanya kata-kata “pesek”, “pendek buntek”,  wajah disemprot dengan air busa, wajah disemprot dengan air kumur dari mulut. Contoh lainnya Azis Gagap sesuai nama panggungnya merupakan seorang penderita gagap. Gagap merupakan penyakit bawaan di mana seseorang tidak dapat berkomunikasi dengan baik karena kesulitan dalam mengartikulasikan kata.

 

c.       Kata-kata Kasar dan Makian

       Hukum yang dilanggar tertuang dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)    Nomor 02/P/KPI/12/2009 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran pasal 27 ayat 4 a yang berbunyi “ Kata-kata kasar ataupun umpatan, seperti : anjing, babi, monyet, bajingan, goblok, tolol, dungu, brengsek atau kata lain yang mempunyai makna yang sama”. Walaupun saat ini sudah terdapat penbyensoran untuk kata-kata kasar. Akan tetapi, sempat tidak terhindarkan dalam acara live.

 

d.      Mistik dan Supranatural

        Hukum yang dilanggar tertuang dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)    Nomor 02/P/KPI/12/2009 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran pasal 35 yang berbunyi “program siaran dilarang menampilkan mistik dan supranatural dengan manipulasi gambar, suara, ataupun audiovisual tambahan untuk tujuan mendramatisasi isi siaran yang menimbulkan interpretasi yang salah.

      Misalnya pada beberapa tayangan menampilkan drama komedi yang bersifat mistis seperti tayangan yang berjudul “Si Buta dari Gua Hantu, Cah Kangkung Nyari Duit, Kisah Nyi Pelet, dsb.  Dalam penataan panggung, pencahayaan lampu dan manipulasi suara yang digunakan terkesan seram walaupun itu merupakan cerita komedi.

 

e.       Minim Pesan Moral

      Sebagian besar materi lawakan yang dikemas pada acara ini hanya sekedar memaksa orang untuk tertawa tanpa ada niatan untuk memberikan pesan moral untuk pemirsa. Padahal materi cerita yang sebagian besar diambil dari legenda dan cerita daerah selalu mempunyai pesan moral  kepada pemirsa.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar