Kebanyakan orang tidak akan memilih wartawan sebagai
profesinya. Rata-rata wartawan yang saya temui menganggap bekerja sebagai
seorang jusnalist adalah pilihan terakhirnya. Tidak mengherankan banyak
wartawan yang bukan dari sarjana Komunikas. Pekerjaan ini memberikan banyak
keuntungan yang berlimpah-limpah, tetapi disertai dengan resiko yang sepadan.
Disatu sisi bisa dicintai banyak orang, namun disisi lain juga banyak pihak yang tidak suka wartawan.
Wartawan atau
reporter adalah seseorang yang bertugas mencari, mengumpulkan dan mengolah
informasi menjadi berita, untuk disiarkan melalui media massa.[1]
Wartawan atau jurnalist adalah seseorang yang melakukan jurnalisme, yaitu orang
yang secara teratur menuliskan berita (berupa laporan) dan tulisannya
dikirimkan/ dimuat di media massa secara teratur. Laporan ini dapat
dipublikasikan dalam media massa, seperti koran, televisi, radio, majalah, film
dokumentasi dan internet. Wartawan mencari sumber mereka untuk ditulis dalamlaporannya;
dan mereka diharapkan untuk menulis laporan yang paling objektif dan tidak
memiliki pandangan dari sudut tertentu untuk melayani masyarakat.[2]
Pandangan
objektif dalam pengertian diatas mengandung arti bahwa berita yang ditulis
tidak berdasarkan sudut pandang dari wartawan. Seorang wartawan hanya
melaporkan kejadian atau informasi dalam sebuah tulisan pendek. Dengan disertai
nara narasumber dari berita tersebut.
Seorang Jurnalist di tuntut untuk bekerja secara
professional.Pada umumnya wartawan sebagai seorang Jurnalist
harus mempunyai beberapa karakter. Antara lain mereka harus mempunyai dedikasi
yang tinggi terhadap apa yang mereka lakukan. Dorongan untuk mencari tahu
tentang apa yang terjadi, kemudian mengungkapkannya dengan kata-kata yang
jelas, merupakan dorongan hati kecil yang tidak pernah bakal lenyap dari
seorang jurnalist.
Ada kalanya para
wartawan harus serba tahu meskipun sedikit-sedikit tentang segala macam hal.
Wartawan dituntut serba bisa, bisa bergaul dengan orang – orang elit maupun
dengan para gelandangan di pinggir jalan. Selain itu seorang jurnalist juga
dituntut untuk berkarakter sabar. Dalam pekerjaannya dia harus banyak
berhadapan dengan segala macam ketergesa-gesaan, serba cepat ataupun tugas yang
menunggu panjang dan hampir menggigit seluruh kesabarannya.
Contohnya ketika
seorang wartawan meliput dipemerintahan maka nara sumbernya para pejabat.
Biasanya pun dalam mencari nara sumber, yang dicari jabatan yang paling tinggi
dalam suatu peristiwa yang terjadi. Sehingga beritanya terkesan kuat. Karena
nara sumbernya petinggi-petingginya. Dalam berita yang hanya terdiri dari satu
nara Sumber masih dikatakan beritanya lemah dan terkesan hanya searah. Suatu
berita tidak hanya terdiri dari satu nara sumber, akan tetapi dua atau tiga
nara sumber. Untuk liputan yang nara sumbernya khalayak umum sampai kaum yang
berstrata sosial rendah, ketika liputan dilapangan.
Sabar menunggu
bagi seorang wartawan biasanya terjadi tatkala menunggu nara sumber. Misalnya
dalam situasi rapat, harus menunggu sampai selesainya rapat. Barulah dapat
memperoleh informasi hasil dari rapat tersebut. Selain itu ketrampilan
berkomunikasi sangat penting dimiliki oleh seorang wartawan. Tidak semua
narasumber mau diwawancarai. Maka diperlukan teknik khusus dalam berkomunikasi
seperti melobi dan berbicara yang sopan agar narasumber mau menjawab pertanyaan
dari wartawan. Selanjutnya keterampilan membangun jaringan. Inilah yang sangat
penting, mengingat kemampuan manusia yang kadang terbatas. dengan jaringan yang
banyak, wartawan bisa memperoleh banyak informasi yang diperlukan.
Selama menjalani pekerjaannya,
terdapat beberapa pengalaman yang tidak “mengenakkan”. Ketika berita yang telah
dibuatnya menimbulkan tuntutan dari pihak-pihak yang terkait dan meminta berita
tersebut dihapus. Belum lagi kendala-kendala ketika mengangkat sebuah kasus.
Seperti narasumbernya susah dicari, disisi lain ada narasumber yang minta
identitasnya disamarkan atau dirahasiakan.
Namun beberapa keterampilan yang
dimiliki wartawan itupun belum cukup. Modal utama menjadi seorang wartawan itu
harus punya pengalaman kejurnalistikan. Keterampilan menulis itulah yang
penting. Karena sebanyak apapun memperoleh informasi, ketika tidak pandai
menuliskannya, maka beritapun tidak akan dimuat. Apalagi di Harian Seputar
Indonesia. Penyeleksian tulisan yang keluar dikoran termasuk susah. Karena
Edisi Jawa Tengah DIY hanya disediakan 4 lembar untuk berita.
Padahal wartawan tersebar di
beberapa daerah, kota dan provinsi. Seperti Kota Semarang, Solo dan Yogyakarta,
mempunyai banyak wartawan karena di setiap kota tersebut terdapat kantor Sindo.
Belum lagi wartawan daerah-daerah. Akan tetapi berita yang ditampilkan hanya
pada empat lembar tersebut. Lembar pertama pada halaman 9 untuk headline,
lembar kedua halaman 10 untuk wilayah Semarang, lembar ketiga untuk wilayah
Solo & DIY dan lembar ketiga berisi sambungan halaman pertama. Padahal
setiap wartawan setiap harinya diwajibkan mengirim berita minimal tiga, tapi
yang keluar tidak pasti. Terkadang dua berita keluar, hanya satu berita yang
keluar atau sama sekali tidak ada berita tulisannya yang keluar.
Secara
sederhana, Wartawan harus mempunyai beberapa keterampilan untuk mendukung
kerjanya. Kemampuan mencari, menulis dan melaporkan berita merupakan
keterampilan teknis seorang wartawan. Selain itu keterampilan moral juga
diperlukan dalam mencari, menulis dan menyajikan berita dengan menjunjung
tinggi nilai independensi, idealisme dan etika baik pada proses kerja
Jurnalistik maupun hasilnya. Sebagaimana yang tertuang dalam Kode Etik
Jurnalistik dan Hukum Etika Media Massa.
Mengingat
karakteristik dari setiap orang berbeda beda. Wartawan pun dalam menjalankan
profesinya juga berbeda-beda. Ada yang
taat hukum dan etika, ada pula yang tidak taat dalam hukum dan etika. Apalagi
dengan adanya kebebasan pers dan perlindungan hukum terhadap profesi wartawan
membuat wartawan terkadang berbuat sesuka hatinya dalam menuliskan berita. Ada
pula wartawan yang rendah moral profesinya yang sering dikenal sebagai
“wartawan bodrek”.
Wartawan
jenis ini yang datang bergerombolan dalam pasukan “bodrek”, lebih banyak
menunggu “angpao” atau amplop dari humas yang menyelenggarakan acara. Bahkan
tidak diundangpun datang hanya sekedar
mencari amplop. Atau mencari-cari informasi negatif, untuk kemudian
menghadapkannya pada petugas humas, maupun pihak terkait. Jika berhasil
mendapatkan “amplop”, maka informasi negatif tidak dipublikasikan.[3]
Meskipun
ada beberapa wartawan yang menerima amplop, tidak sedikit wartawan yang jujur.
Menyampaikan informasi apa adanya dengan memperhatikan kode etik Jurnalistik.
Karena PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) juga akan memberikan sanksi kepada
wartawan yang melanggar kode etik Jurnalistik.
Sebagaimana
di Harian Seputar Indonesia, wartawan diharuskan memenuhi standar etika
peliputan. Selain Kode Etik Jurnalistik juga etika mewawancarai dan memotret
nara sumber. Sebelum wawancara memperkenalkan diri sebagai seorang wartawan dan
dibuktikan dengan ID-Cart atau seragam pers. Begitu pula dalam mengambil
gambar, terlebih dahulu meminta ijin pihak yang berkaitan untuk diprotret.
Kecuali liputan investigasi yang menggunakan kamera tersembunyi. Karena setiap
orang juga mempunyai hak atas privasinya begitu pula seorang jurnalist. Karena
itu semua juga untuk melindungi profesi kewartawanan yang penuh etika dan
bermartabat.